Selasa, 06 Juli 2010

TATO

Sebuah keindahan keunikan adalah sesuatu yang sangat disukai oleh semua orang tak terkecuali kalangan para orang tua. Lebih-lebih para muda-mudi yang punya adrenalin membuncah-buncah, semangat yang berkobar-kobar dan keinginan yang sering tak terbendung. Fenomena pembuatan tato –yang menjadi topik mubahatsah kita- juga  tidak lepas dari sorotan mereka yang dianggap sebagai tren model anak muda zaman sekarang.
Historisitas tato tidak hanya ditemukan pada kultur bangsa arab masa jahiliyah (pra islam), pada masyarakat dunia pun sejak masa primitif, kebudayaan bertato telah merebak. Pada dasarnya, ada dua alasan utama mengapa orang membuat tato, yaitu untuk menggambarkan keunikan pribadi (menurut persepsi pelaku) atau untuk ciri khas sebuah kabilah sebagai tanda baiat keanggotaan dalam suatu kelompok.
Dalam perkembangannya tato dianggap sebagi life style (gaya hidup). Yang lebih ngeri lagi, di Eropa, tato dianggap sebagai seni lukis tingkat tunggi yang mahal harganya sehingga dijadikan sebagai komodity ekonomi.
Istilah tato dalam bahasa arab adalah  الوشم 'al-Wasymu' yang berarti menusuk anggota badan dengan jarum dalam keadaan tak dipaksa sehingga mengucurkan darah kemudian tempat tusukan ditulis dengan celak, zat warna atau tinta sehingga kulit menjadi hijau atau biru. Apabila alasannya karena untuk hiasan maka hukumnya haram dan wajib untuk dihilangkan (Adab al-Islam : 132). Dan jika penghilangan tato dianggap sangat beresiko pada hilangnya fungsi anggota tubuh, atau memerlukan masyaqah (kesusahan) yang berat, maka cukup dengan bertaubat nashuha (sebenar-benar taubat). Demikian ini definisi cerminan dari tato permanent, sedangkan tato temporer (sementara) dengan menggunakan hinna (cutek) sebagian ulama membolehkannya.
Berbeda kasusnya, bila tato (permanent) tersebut terbentuk dengan sebab keterpaksaan, seumpamanya seorang anak yang dipaksa ditato oleh ibunya, atau karena kecelakaan atau sebab hasil pengobatan yang memunculkan bekas yang sama seperti tato, maka la ba'sa  (tak mengapa).
Keharaman tato berdasarkan pada beberapa ilat/alasan. Pertama, karena merubah kudrat ciptaan Allah. Hal ini dapat kita pastikan dengan menyingkap surat An-Nisa' ayat 119 dengan menggaris bawahi lafadz فليغرن خلق الله   (merubah kudrat ciptaan Allah) dengan ditafsiri diantaranya dalam bentuk perbuatan yang merubah badan dengan tato. (Hasyiyah Showi 'ala Tafsir Jalalain : 1/327)
Dan hadits Nabi Muhammad saw.
لَعَنَ الله الوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقِ اللهِ  
Allah swt melaknat orang-orang pembuat dan yang meminta tato, pencukur dan yang meminta mencukur bulu alis dan yang merenggangkan gigi karena untuk hiasan/lebih mempercantik diri, yang berujung akan merubah ciptaan Allah (Syarah An-Nawawi ‘alal Shahih Muslim : 14/ 106)
Hadits ini memiliki tingkat keshahihan yang sangat terpercaya dengan ditemukannya empat sahabat sebagai perawinya. Yaitu Ibnu 'Umar, Abu Hurairah, Ibnu 'Abbas dan Ibnu Mas'ud. Imam Adz-Dzahabi dalam al Kaba-ir mengungkapkan bahwa la'nat Allah akan turun hanya atas perkara yang diharamkan-Nya. Jadi jelas tato itu hukumnya haram.
Kedua, menyakiti badan dengan tanpa hajat atau dlarurat yang tidak memberi faidah adalah haram (la yahillu) menurut Imam Ibnu Jauzy.
Di samping itu, dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh tato begitu banyak dan berbahaya. Menurut pakar dermatologi (ahli kulit), Jonette Keri, MD, PhD., Resiko yang paling serius adalah infeksi yang bersifat mengancam kehidupan seperti HIV atau hepatitis C. Infeksi ini berasal dari jarum yang tidak bersih. Selain itu, bisa juga menimbulkan infeksi yang memicu penyakit kulit.
Selain infeksi, tato juga bisa menimbulkan alergi akibat pigmen (zat warna) yang digunakan, khususnya pigmen hitam yang asalnya digunakan untuk bahan aspal. Di samping itu, bisa juga menimbulkan reaksi peradangan dan luka pada jaringan, sebagai reaksi terhadap pewarna atau komponen besi yang dimasukkan ke dalam kulit. Kadang-kadang juga bisa menyebabkan dermatitis (peradangan kulit disertai gatal)
Ketiga, kulit badan yang ditato itu mutanajis dengan sebab bergumpalnya darah pada anggota badan yang ditato, menurut ulama As-Syafi'iyah. Sehingga shalatnya tidak sah dan wajib untuk dihilangkan karena menanggung najis dalam keadaan shalat. Dan lagi, menurut ba'dlul ulama, tato bisa menghalangi sampainya air pada kulit sehingga wudlunya tak sah yang berbuntut tidak sahnya shalat. Untuk menanggulangi hal demikian beberapa ulama mensolusikan pada anggota yang ditato agar diganti dengan tayammum.
Keempat, terdapat unsur tasyabbuh, penyerupaan dengan orang-rang kafir masa jahiliyah dengan sesuatu yang menjadi ciri khasnya (dengan bertato). Hal ini dengan dinisbatkan pada hadits Rasulullah saw "Man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum". 'Seseorang yang berkelakuan mirip dengan sebuah kaum, maka ia termasuk darinya'.  (Ihya Ulumudin : 2 / 270)
Dewasa ini, banyak kalangan public figure bahkan merambah pada masyarakat kita yang mengatasnamakan keindahan zaman modernis sebagai dasar pijakan mereka dalam melakukan sesuatu (membuat tatto). Ironisnya, mereka mengatakan hal itu sebagai SENI, dan dasar pijakan mereka itu tidak jarang menabrak rambu-rambu syariat agama yang sering mereka sepelekan karena hawa nafsu yang telah membutakan mata hatinya. Akankah kita jatuh terjerumus pada keindahan semu, yang menghantarkan pada lembah nista hanya karena urusan tato ?  Na’udzu bil-Lah min dzalik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar