Selasa, 06 Juli 2010

Khotbah dengan selain bahasa arab

Pert: Bagaimanakah hukum khotbah jumát dengan selain bahasa Arab?
J: Jumhur ulama mengatakan bahwa, khutbah jumát itu semua rukunnya (Hamdalah, Shalawat, Washiyat, Baca ayat Al-Qurán dan Doá) harus menggunakan bahasa Arab, meski para jamaah bukan orang Arab yang tidak memahaminya. Adapun selain rukun, boleh dengan selain bahasa Arab dan tidak memutuskan muwaalah. Sementara Imam As-Suwaifi dan & Al-Barmawi mengatakan: Persyaratan rukun harus menggunakan bahasa Arab, itu jika di dalam jamaah ada orang arabnya, tapi jika tidak ada, maka khutbah jumát boleh dengan menngunakan selain bahasa Arab, kecuali ayat Al-Qurán.
۱. وكونها بالعربية وان كان الكل اعجمين لاتباع السلف والخلف (قوله بالعربية) اى الأركان دون ما عداها. قال يفيد ان ما عداالاركان من توابعها بغيرالعربية لايكون مانعا من الموالاة . إه حاشية الكردى على شرح بافضل
۲. (ثامنها ان تكون بالعربية ) اى ان تكون الخطبتين بالعربية وان كان القوم عجما لايفقهون – الى قوله- وقال ايضا نقلا عن البرماوى ومحل اشتراط كون الاركان الخطبة بالعربيةان كان فى القوم عربي والاكفى كونهما بالعجمية الافى الاية فهي كالفاتحة اى فلابد من العربية. إه شرح كاشفة السجا :98
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اِيَّاكَ وَكَثْرَةَ الضَّحْكِ فَإِنَّهُ يُمِيْتُ الْقَلْبَ وَيَذْهَبُ بِنُوْرِ الْوَجْهِ
Janganlah banyak tertawa karena hal itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya.
(___Nasha-ihul ‘Ibad___)

ZIARAH QUBUR

Angker, ngeri, seram dan tempat yang memberdrikan bulu kuduk, mungkin inilah persepsi keumuman orang saat indra pendengar  mereka mendengar kata kuburan. Paradigma seperti ini masih banyak ditemukan di daerah sekitar kita yang masih menganggap adanya sebuah kekuatan magis yang berasal dari orang yang sudah mati. Namun sebuah note –catatan- penting, apapun bentuk tuangan imaginasi masyarakat dalam setiap aktivitasnya mengenai kuburan, adalah sebuah bukti bahwa betapapun hebatnya orang kaya baik kaya harta atau ilmu, betapapun kuatnya seseorang digjaya kekuasaan atau jabatan, dan betapun dominannya  seorang Ulama dan public figure  atau betapun dominannya  keangkuhan  orang sombong, kuburanlah tempat akhir mereka sejak awal meniti kehidupan dunia sampai ajal menjemputnya.
Topik ziarah qubur ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari bab sebelumnya yang membahas tentang penghadiahan pahala bacaan pada orang meninggal. Namun sekalipun masalah ziarah qubur ini dirasa sering dibicarakan karena berkaitan dengan persoalan Ihda-u Tsawabil Qiraah, Tawassul, Tahlil dan lainnya, pada kesempatan kali ini Tim Redaksi mencoba untuk membahas Ziarah qubur secara lebih spesifik.
Agenda tinjauan kajian ini kami ramu menjadi 4 klasifikasi yang merekrut pada Definisi (Ta’rif), Legitimasi (al-Hukmu), Prosedur Aplikasi (Al-Adab wal Kaifiyah) dan Saripati Inspirasi (Al-Hikmah).
A. Definisi (Ta’rif)
Qubur   (قبور)  dalam bahasa ámiyah Indonesia ; kubur- adalah bentuk jama’ dari lafadz Qabrun( قَبْرٌ)   yang artinya kuburan atau makam. Yang berasal dari fiíl madli Qabara. Lalu jika kita sambung dengan kalimat ziarah maka berarti mengunjungi atau mendatangi tempat orang yang meninggal (pemakaman).
Dengan berbagai reason atau alasan yang melatarbelakangi kedatangan mereka ke kuburan, nanti kita akan jumpai jawaban dari pertanyaan Apa perlunya seseorang mendatangi tempat orang meninggal, toh di sana pemandangannya cuma batu nisan dan tanah yang ditimbun, buang-buang waktu saja ?
B. Legitimasi (al-Hukmu)
Hukum ziarah kubur adalah sunnah yang dapat kita pastikan kebenarannya dalam Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi  :
عن بريدة ابن الحصيب الإسلامى رضي الله عنه قال : قال رسول الله : كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزورها . رواه مسلم  (بلوغ المرام :۱٠۳)
Rasulullah bersabda : “Dulu aku melarang ziarah qubur tapi sekarang berziarahlah” (Bulughul Maram : 103).
Hukum yang pertama kali saat ziarah ada, ialah dilarang yang ditunjukkan dengan kalimat “Kuntu nahaitukum ‘an ziaratil qubur” karena kekhawatiran terhadap keyakinan orang arab pada masa saat itu, yang masih kental dengan kepercayaan animisme dari patung-patung berhala yang dianggap sebagai tuhan. Akan tetapi setelah melihat kepercayaan para sahabat telah kuat bahwa kuburan bukanlah tuhan, maka Rasulullah Saw memerintahkan untuk berziarah “Fazuruha
            Di satu sisi yang sama Qaidah ushul mengemukakan “Al-Amu ba’dan Nahyi mandub” . Suatu perkara yang berasal dari tidak boleh lalu berubah menjadi diperintah maka sesuatu tersebut berstatus mandub (Sunnah). Artinya yang semula ziarah qubur itu dilarang, lantas sekarang menjadi diperintahkan maka ziarah kubur ini menjadi sunnah hukumnya.
            Seandainya dikatakan : Apabila unsur dari “Kuntu nahaitukum”  (alasan dilarangnya ziarah kubur) muncul kembali, seperti diduga adanya keyakinan bahwa  kuburan itu disembah-sembah dan dipuja-puja layaknya tuhan, apakah tidak lebih baik jika kita larang saja ziarah kubur itu ?
            Untuk merespon pertanyaan ini mari kita analogikan pada contoh simple ini : Kalau sebuah gudang beras ditemukan tikus-tikus berkeliaran, maka apakah kita akan membakar gudangnya demi memberantas tikus-tikus? . Tentu tidak. Seandainya terjadi kasus demikian –keyakinan menuhankan kuburan- maka yang harus kita brantas adalah keyakinan tersebut tentunya dengan yang ma’ruf dan tak melanggar syariat, tidak dengan melarang ziarah kubur yang sudah jelas-jelas kesunahnnya dalam hadits Rasulullah Saw.
            C. Prosedur Aplikasi (Al-Adab wal Kaifiyah)    
            Sopan-santun dan tata krama seorang peziah kubur hendaknya mengikuti prosedur di bawah ini :
Pertama, Dalam keadaan suci atau berwudlu
Kedua,  Uluk salam kepada ahli kubur. Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya Radliyallahu ‘anhuma berkata : Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita saat berziarah kubur untuk membaca salam : السلام عليكم اهل الديار من المؤمنين والمؤمنات وانا ان شاءالله بكم لاحقون نسئل الله لنا ونكم العافية
   (HR. Muslim)                                        
Do'a ini dibaca untuk para ahli kubur secara umum.
Ketiga, Mendekati kuburan dan mengucapkan salam untuk orang yang tertentu seperti ayah, ibu dll,  kita bisa mengucapkan السلام عليك يا والدى ووالدتى  (I'anah Thalibin : 143)
Keempat, Membaca Al-Qur'an dan mendoakannya dalam keadaan menghadap kiblat. Sekalipun masih ditemukan tafshil tapi kami temukan dalil-dalil yang memperbolehkan mendoakan dan membacakan ayat-ayat Alqur'an saat ziarah kubur
1. Al-Hasan bin As-Shobah Az-Za'farani, berkata : Aku pernah berkata pada Imam Syafi'i  tentang bacaan qur'an di kuburan. Ia menjawab : Boleh (diriwayatkan oleh Ibnu Qayim dari Imam Syafi'i, disebutkan oleh Jalaludin As-Suyuthi dalam syarah Shudur : 134)
2. Dalam kitab Tahqiequl 'amal fi ma yanfa'u lil mayit minal a'mal menerangkan bahwa :
* Imam Syamsudin bin Muflih Al-Magdisi berkata dalam kitb Al-Furu' : membaca Qur'an di kuburan tidak dihukumi makruh.
* Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia telah berwasiat jika ia dikubur hendaknya dibacakan permulaan dan penutup surat Al-Baqarah di kuburnya. (Al-Furu' Ibnu Muflih II/304).
Oleh karena itu Imam Ahmad bin Hambal mencabut pendapat yang memakruhkannya yang dilansir dalam kitab Mukhtashor Tadzkirah Al-Qurthubi : 25. Beliau berkata : "Ketika kalian mendatangi/menziarahi qubur  maka bacalah surat Al-Fatihah, Mu'awwidztain, surat Al-Ikhlash dan hadiahkanlah ganjarannya untuk ahli qubur karena sesungguhnya itu sampai kepada mereka".
D. Saripati Inspirasi (Al-Hikmah)
Setelah berlalu lalang dengan Ta'rif, Al-Hukmu, dan Adab wal kaifiyah, kini tiba saatnya kita bahas hikmah dari ziarah kubur yang akan menjawab pertanyaan yang terdapat pada tema Ta'rif di atas. 
Pertama, ziarah kubur dilakukan untuk mendoakan orang mati. Sebagaimana yang telah kita ketahui dari hadits :
عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قال سمعت رسول الله يقول : ان القبر اول منازل الأخرة فإن نجا منه صاحبه فما بعده ايسر منه وان لم ينج منه فما بعده أشد
Dari sahabat 'Utsman bin 'Affan, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya quburan adalah stasiun akhirat yang pertama,  barangsiapa yang penghuninya selamat maka jalan setelahnya akan lebih mudah baginya dan apabila tidak selamat maka maka jalan setelahnya itu akan lebih sulit
قال رسول الله : مَا الْمَيِّتُ فِى قَبْرِهِ اِلاَّكَالْغَرِيْقِ الْمُغَوِّثِ ينتظر دعوة تلحقه من ابيه او اخيه اوصديق له فأذا لحقته كانت احب اليه من الدنيا وما فيها وان هدي الأحياء للأموات الدعاء والإستغفار   ( شرح عقيدة الطحاوية  :٤٥٧  )
 “Orang mati dalam kuburnya  laksana  seorang yang tenggelam yang yang meminta  pertolongan menunggu do'a dari ayah, saudara, dan temannya yang bermanfaat baginya. Jika  ia mendapati doa itu, maka hal ini lebih ia senangi dari pada dunia dan seisinya begitu juga jika orang-orang yang masih hidup mengirimkan doa dan permintaan ampunan terhadap orang-orang yang telah mati”. (Syarah Aqidah Thohawiyah : 457)
            Kedua, Untuk mengambil 'Ibrah (pelajaran). Untuk hikmah yang kedua ini bias saja kita berziarah pada kuburan orang Cina dengan dalih untuk mengambil pelajaran bahwa betapa kaya, hebat, dan diktatornya seseorang, tentu  sekujur tubuhnya tak berdaya apa-apa saat batu nisan dan tanah menindihnya dalam liang lahat dan dia termasuk kita disana akan menunggu balasan akan apa yang telah dikerjakan semasa hidup di dunia.
قال ابن ابي مليكة قال رسول الله : زوروا موتاكم وسلموا عليهم فإن لكم فيه عبرة   
Berziarahlah  pada orang-orang matimu dan beri salamlah, karena disitu mengandung pelajaran yang berharga bagimu.
            Ketiga, Tawassul. Dengan mengambil intisari dari Surat Ali 'Imran ayat 169 " Wala tahsabnnal ladzina qutilu fi sabilillahi amwata bal ahya-un inda rabihim yurzaquna "
Janganlah kalian sangka orang yang yang mati di jalan Allah mati melainkan mereka hidup di sisi tuhannya juga diberi rizqi serta bahagia.
Memandang diri ini adalah orang yang tak pantas dan tak punya kedudukan apa-apa 'indal-Lah, maka diperlukan perantara yang dapat menghubungkannya dengan Allah.

UCAPAN WALI YANG MENYALAHI HUKUM SYARA’

Pert: Apakah boleh diamalkan dan diikuti ucapan sebagian wali yang menyalahi hukum syara’?
Jwb: Tidak boleh diamalkan dan tidak boleh dijadikan pedoman hukum.
والخطأ الكشفي عند الأولياء بمنزلة الخطإ الإجتهادي إلا أنه لاعمل به ولو صح لايبني عليه حكم عندهم مالم يساعده الظاهر فاحفظ هذا فإنه نفيس {جامع اصول الأولياء:245}

URGENSI TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN

Islam adalah agama yang didirikan diatas tiga pilar utama, yaitu: Islam jika memandang pada amal perbuatan, iman jika memandang pada aqidah yang mengerakkan, dan Ihsan jika memandang pada kesempurnaan realisasi dan tujuan dari perpaduan iman dan amal perbuatan. Ketida pilar ini dalam terminologinya bisa jadi mengalami perubahan, termasuk yang paling terkenal yaitu terminology fiqh, Tauhied dan Tasawuf. Akan tetapi sepanjang sejarahnya umat Islam senantiasa berusaha menerapkan ketiga pilar tersebut. Generasi awal Islam adalah mereka yang menyatukan antara keluasan ilmu pengetahuan dan kedekatan diri dengan Allah SWT. Kemudian dari mereka, lahirlah generasi-generasi yang mempunyai kecintaan hati kepada Allah sekaligus ilmu yang dapat menerangi jalan mereka menuju Allah. Mereka adalah ilmuwan (Ulama/Alim) sekaligus pendidik (Murabbun/murabby) dalam waktu yang bersamaan. 
Dari sana, terjadi perkembangan yang besar dalam ilmu-ilmu keislaman secara umum, dimulai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan diantaranya dalam bentuk madrasah-madrasah, pesantren-pesantren dan universitas-universitas yang memperhatikan ilmu-ilmu keislaman. Akan tetapi, sekarang lembaga-lembaga pendidikan tersebut mengalami kemunduran karena mengesampingkan pilar Ihsan atau yang disebut sebagai tasawwuf. Penyebabnya adalah pemisahan antara pengajaran praktis dengan (fungsi) guru dan pendidik, yaitu dengan semakin sulitnya ditemukan guru pendidik sekaligus bisa menjadi teladan moral sebagaimana ulama salaf dahulu.
Makna Tasawwuf
Tasawwuf mempunyai dua makna: makna pertama lebih ditekankan pada usaha mensucikan jiwa, dan bersunggu-sungguh dalam mematuhi Allah dan meneladani Rasulallah SAW. hingga jiwa  menjadi bersih dan memantulkan haqiqat dan rahasia ketuhanan. Inilah yang disebut sebagai Ilmu Muamalah dalam menempuh jalan kepada Allah, yaitu dengan memperbaiki dan membingbing hati, memurnikannya untuk Allah dari selain Allah. Tasawuf, dalam makna ini, harus bersumber dari sumber yang suci dan berpijak pada kaidah syariah yang benar. Sebagaimana yang disebutkan oleh seorang tokoh besar Sufi Syekh al Junaid: "Ilmu kita ini terikat dengan Kitab dan Sunnah…."    
Makna kedua adalah dzauq dan perasaan hati, atau hasil-hasil kasyaf yang dialami dan dirasakan oleh para salik (penempuh jalan Allah). Makna yang kedua ini adalah husus untuk para pelakunya, tidak bisa diungkapkan atau ditulis atau diisyaratkan, tidak pula dapat dijadikan sebagai hukum syari'at atau argumentasi hukum, juga tidak mungkin dikatakan dalam ungkapan dan bahasa apapun, karena merupakan perasaan hati yang tidak mungkin dapat diuraikan dengan kata-kata. Pada makna yang kedua ini, sebagian guru sufi mengisyaratkan: "perngetahuan kita tentang ini hanyalah isyarat." Inilah yang disebut dengan Ilmu Mukasyafah, yaitu cahaya yang terpancar dari hati dalam pencapaian pada penyatuan dengan Tuhan Semesta Alam. Bagi seseorang, hendaknya menjalankan tasawuf dengan makna yang pertama, sehingga dapat diraih rahasia makna yang kedua.  
Kenapa harus Tasawuf
Islam adalah agama yang menjungjung tinggi peranan akal dan membuka diri terhadap pemikiran-pemikiran baru, serta mendorong intraksi praksis maupun teoritis terhadap fenomena alam.  Pada saat yang sama, islam juga menekankan pada keterjagaan hati dan ketulusan rasa dan menjadikan iman sebagai ruh penggerak bagi hati yang dinaungi cinta dan kebaikan sekaligus ditandai dengan kebenaran. Islam bukanlah teori-teori praksis dan ekonomis belaka yang terlepas dari bimbingan ketuhanan. Ia adalah sikap hati yang terbuka lapang, dimana cahaya cinta bersinar dari seluruh dingding-dingdingnya. Hati yang sangat terikat dengan Tuhan yang menciptakannya, senantiasa mencari jejak Sang Pencipta di alam raya ini.
Sebenarnya tidak ada pemisahan antara pemikiran yang tercerahkan dan sikap hati yang terpuji. Validitas pemikiran seyogyanya berjalan seiring dengan validitas tindakan dan sikap. Akan tetapi dalam prakteknya konsep yang sudah menjadi aksioma ini sering terkendala. Tasawuf adalah solusinya. Karena Tasawuf menjawab secara tuntas pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana kita menumbuhkan rasa akan keagungan Allah dan sikap khusuk terhadap-Nya? Bagamana kita dapat menghayati keimanan kita sehingga tidak hanya mengambang di permukaan akan tetapi menjadi landasan bertindak dan bersikap? Bagamana mentranformasikan ma’rifat akan Allah untuk mendorong tumbuhnya karakter dan sikap terpuji? Bagaimana seseorang bisa mencintai Allah sehingga secara naluriah akan senantiasa mematuhi dan mencari keridhaan-Nya?  Menjadikan kecintaannya kepada Allah sebagai penggerak yang secara otomatis menjauhkan dirinya dari perbuatan maksiat dan durhaka? Dan bagaimana agar seseorang dapat memandang penampakan-penampaka Allah dalam semua ciptaanNya, menyaksikan nama-nama Allah yang baik dalam setiap diam dan gerakan kapan dan dimanapun saja?    
Bagaimana Bertasawuf
Tasawuf adalah program pendidikan yang focus pada penyucian jiwa dari segala penyakit yang menghalangi manusia dari Allah SWT. sekaligus meluruskan penyimpangan-penyimpangan kejiwaan dan tindakan dalam masalah yang berkaitan dengan hubungan seorang hamaba denga Tuhannya, dengan dirinya dan dengan orang lain.  Ia adalah metode pendidikan ruhani dan praksis untuk mengangkat seseorang ke tingkat ihsan yang dijelaskan oleh Nabi SAW. sebagai; “hendaknya kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, kalau kamu tidak melihat-Nya maka Allah sesungguhnya melihat dirimu.”
Oleh karena itu, orang yang hendak mempelajari tasawuf harus mengambil ilmu ini dari sumbernya yang dipercaya. Dibawah bimbingan seorang guru, menghirup apa yang sang guru hirup, dan melalui tahapan-tahapan yang sang Guru lalui.  Syekh Ata’illah al Iskandari berkata: “Orang yang hendak mencari tahu, dan menempuh jalan petunjuk, seyogyanya mencari guru dari kalangan ahli dalam bidang ini, yang telah menempuh jalan petunjuk, dan senatiasa meninggalkan hawa nafsunya, serta mempunyai pijakan yang kuat dalam menghambakan diri kepada Tuhannya. Kalau ketemu, maka hendaklah mematuhi apa yang sang guru perintahkan dan menghindari dari apa yang sang guru larang.”   

Laki-laki Memakai Pakaian Sutra

Pert : Bagaimanakah hukumnya laki-laki memakai pakaian yang terbuat dari bahan sutra ?
Jwb : Kita lihat dulu komposisi dari bahan pakaian sutra tersebut. Jika murni dari sutra, maka haram bagi laki-laki memakainya. Jika tidak murni, maka apabila komposisi sutranya yakin lebih banyak, maka tidak boleh. Jika selain sutranya yang lebih banyak, atau sama maka boleh. Jika masih ragu mana yang lebih banyak , maka hukumnya haram.(GM)
(ويحرم على الرجل والخنثى استعمال الحرير) لخبرالبخاري نهانا رسول الله صلي الله عليه وسلم عن لبس الحرير والديباج وأن نجلس عليه ولما فى ذلك من ظهور السرف (واستعمال ما اكثره حرير) وزنا دون عكسه لذلك تغليبا للأكثر فيهما ودون ما اذا استويا لأنه لايسمي ثوب حرير عرفا (قوله دون عكسه) وهو ما اكثره غير حرير وزنا اى يقينا فيحل بخلاف المشكوك فى كثرته فيحرم على المعتمد . اﻫ (الشرقاوي 1/331-330)

TATO

Sebuah keindahan keunikan adalah sesuatu yang sangat disukai oleh semua orang tak terkecuali kalangan para orang tua. Lebih-lebih para muda-mudi yang punya adrenalin membuncah-buncah, semangat yang berkobar-kobar dan keinginan yang sering tak terbendung. Fenomena pembuatan tato –yang menjadi topik mubahatsah kita- juga  tidak lepas dari sorotan mereka yang dianggap sebagai tren model anak muda zaman sekarang.
Historisitas tato tidak hanya ditemukan pada kultur bangsa arab masa jahiliyah (pra islam), pada masyarakat dunia pun sejak masa primitif, kebudayaan bertato telah merebak. Pada dasarnya, ada dua alasan utama mengapa orang membuat tato, yaitu untuk menggambarkan keunikan pribadi (menurut persepsi pelaku) atau untuk ciri khas sebuah kabilah sebagai tanda baiat keanggotaan dalam suatu kelompok.
Dalam perkembangannya tato dianggap sebagi life style (gaya hidup). Yang lebih ngeri lagi, di Eropa, tato dianggap sebagai seni lukis tingkat tunggi yang mahal harganya sehingga dijadikan sebagai komodity ekonomi.
Istilah tato dalam bahasa arab adalah  الوشم 'al-Wasymu' yang berarti menusuk anggota badan dengan jarum dalam keadaan tak dipaksa sehingga mengucurkan darah kemudian tempat tusukan ditulis dengan celak, zat warna atau tinta sehingga kulit menjadi hijau atau biru. Apabila alasannya karena untuk hiasan maka hukumnya haram dan wajib untuk dihilangkan (Adab al-Islam : 132). Dan jika penghilangan tato dianggap sangat beresiko pada hilangnya fungsi anggota tubuh, atau memerlukan masyaqah (kesusahan) yang berat, maka cukup dengan bertaubat nashuha (sebenar-benar taubat). Demikian ini definisi cerminan dari tato permanent, sedangkan tato temporer (sementara) dengan menggunakan hinna (cutek) sebagian ulama membolehkannya.
Berbeda kasusnya, bila tato (permanent) tersebut terbentuk dengan sebab keterpaksaan, seumpamanya seorang anak yang dipaksa ditato oleh ibunya, atau karena kecelakaan atau sebab hasil pengobatan yang memunculkan bekas yang sama seperti tato, maka la ba'sa  (tak mengapa).
Keharaman tato berdasarkan pada beberapa ilat/alasan. Pertama, karena merubah kudrat ciptaan Allah. Hal ini dapat kita pastikan dengan menyingkap surat An-Nisa' ayat 119 dengan menggaris bawahi lafadz فليغرن خلق الله   (merubah kudrat ciptaan Allah) dengan ditafsiri diantaranya dalam bentuk perbuatan yang merubah badan dengan tato. (Hasyiyah Showi 'ala Tafsir Jalalain : 1/327)
Dan hadits Nabi Muhammad saw.
لَعَنَ الله الوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقِ اللهِ  
Allah swt melaknat orang-orang pembuat dan yang meminta tato, pencukur dan yang meminta mencukur bulu alis dan yang merenggangkan gigi karena untuk hiasan/lebih mempercantik diri, yang berujung akan merubah ciptaan Allah (Syarah An-Nawawi ‘alal Shahih Muslim : 14/ 106)
Hadits ini memiliki tingkat keshahihan yang sangat terpercaya dengan ditemukannya empat sahabat sebagai perawinya. Yaitu Ibnu 'Umar, Abu Hurairah, Ibnu 'Abbas dan Ibnu Mas'ud. Imam Adz-Dzahabi dalam al Kaba-ir mengungkapkan bahwa la'nat Allah akan turun hanya atas perkara yang diharamkan-Nya. Jadi jelas tato itu hukumnya haram.
Kedua, menyakiti badan dengan tanpa hajat atau dlarurat yang tidak memberi faidah adalah haram (la yahillu) menurut Imam Ibnu Jauzy.
Di samping itu, dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh tato begitu banyak dan berbahaya. Menurut pakar dermatologi (ahli kulit), Jonette Keri, MD, PhD., Resiko yang paling serius adalah infeksi yang bersifat mengancam kehidupan seperti HIV atau hepatitis C. Infeksi ini berasal dari jarum yang tidak bersih. Selain itu, bisa juga menimbulkan infeksi yang memicu penyakit kulit.
Selain infeksi, tato juga bisa menimbulkan alergi akibat pigmen (zat warna) yang digunakan, khususnya pigmen hitam yang asalnya digunakan untuk bahan aspal. Di samping itu, bisa juga menimbulkan reaksi peradangan dan luka pada jaringan, sebagai reaksi terhadap pewarna atau komponen besi yang dimasukkan ke dalam kulit. Kadang-kadang juga bisa menyebabkan dermatitis (peradangan kulit disertai gatal)
Ketiga, kulit badan yang ditato itu mutanajis dengan sebab bergumpalnya darah pada anggota badan yang ditato, menurut ulama As-Syafi'iyah. Sehingga shalatnya tidak sah dan wajib untuk dihilangkan karena menanggung najis dalam keadaan shalat. Dan lagi, menurut ba'dlul ulama, tato bisa menghalangi sampainya air pada kulit sehingga wudlunya tak sah yang berbuntut tidak sahnya shalat. Untuk menanggulangi hal demikian beberapa ulama mensolusikan pada anggota yang ditato agar diganti dengan tayammum.
Keempat, terdapat unsur tasyabbuh, penyerupaan dengan orang-rang kafir masa jahiliyah dengan sesuatu yang menjadi ciri khasnya (dengan bertato). Hal ini dengan dinisbatkan pada hadits Rasulullah saw "Man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum". 'Seseorang yang berkelakuan mirip dengan sebuah kaum, maka ia termasuk darinya'.  (Ihya Ulumudin : 2 / 270)
Dewasa ini, banyak kalangan public figure bahkan merambah pada masyarakat kita yang mengatasnamakan keindahan zaman modernis sebagai dasar pijakan mereka dalam melakukan sesuatu (membuat tatto). Ironisnya, mereka mengatakan hal itu sebagai SENI, dan dasar pijakan mereka itu tidak jarang menabrak rambu-rambu syariat agama yang sering mereka sepelekan karena hawa nafsu yang telah membutakan mata hatinya. Akankah kita jatuh terjerumus pada keindahan semu, yang menghantarkan pada lembah nista hanya karena urusan tato ?  Na’udzu bil-Lah min dzalik