Selasa, 06 Juli 2010

MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN

Tafsir al-Baqarah ayat 42 Part 2

………………. وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ( البقرة :42)

Artinya : “………………… dan janganlah sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui ” ( al-Baqarah : 42)


Penggalan ayat ini adalah kelanjutan tahdzir (peringatan) Allah swt kepada kaum Yahudi dari tindakan idl-lal (penyesatan) dengan menggunakan cara kedua yaitu dengan kitmanul-haq (menyembunyikan kebenaran). Tentu saja peringatan ini tidak ditujukan kepada semua kaum Yahudi, melainkan ditujukan kepada ahlul-kitabnya.
Mereka mengetahui berita akan diutusnya nabi Muhammad saw melalui kitab Taurat. Mereka sebelumnya juga sering menceritakan kepada orang-orang Arab bahwa akan ada nabi yang diutus dalam waktu dekat. Dan setelah  masanya tiba - dimana Muhammmad saw dinyatakan sebagai  nabi yang diutus - mereka lantas mencocokkan sifat-sifat beliau,   dan ternyata hasil yang mereka dapati,  sifat-sifat beliau  benar-benar sama seperti yang diungkap dalam al-Kitab. Pendek kata mereka tahu persis siapa dan bagaimana sesungguhnya beliau sehingga tidak bisa mengelak untuk mengingkari kerasulannya. Al-Quran menceritakan mereka dengan ungkapan ‘ya’rifunahu kama ya’rifuna abna-ahum’ (mereka mengenal Muhammad saw seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri) yang menggambarkan betapa maksimalnya taraf pengetahuan mereka terhadap pribadi nabi Muhammad saw. Seharusnya –sebagai orang yang mengerti- mereka berkewajiban untuk menyampaiakan kebenaran tentang diutusnya nabi Muhammad saw kepada para pengikutnya yang belum mengerti. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya mereka tidak menyampaikan melainkan menyembunyikan kebenaran yang telah mereka ketahui (kitmanul-haq).
Faktor yang menyeret mereka kepada tindakan idl-lal dengan cara kitmanul-haq sehingga mereka tidak mengakui kerasulan Muhammad saw menurut analisa mufassir adalah kesombongan dan kedengkian. Mereka merasa bahwa dirinya berasal dari bangsa yang mulia yang telah banyak melahirkan para utusan dalam lintasan sejarahnya (kesombongan). Dan mereka tidak suka dengan diutusnya nabi bukan dari bangsanya tapi dari bangsa lain (kedengkian).
Dua faktor tersebut yang pada masa lalu telah menyeret Iblis sehingga enggan dan menolak untuk mengakui kekhalifahan Adam. Iblis menganggap dirinya tercipta dari unsur api yang lebih mulia dibanding tanah yang merupakan unsur penciptaan Adam as (kesombongan). Dan Iblis kecewa ketika kekhalifahan diserahkan kepada Adam as bukan kepada dirinya (kedengkian). Karena itulah sangsi yang diberikan kepada Ahlul-kitab dan yang diberikan kepada Iblis tidaklah berbeda. Keduanya sama-sama menerima la’nat (kutukan) dari Allah swt. La’nat yang ditimpakan kepada Iblis dinyatakan dalam surah al-Hijr          ayat 34-35 :
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ  وَإِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

Artinya : “ Allah berfirman : Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk. Dan sesungguhnya la’nat (kutukan) itu tetap menimpamu sampai hari kiamat “

sedang la’nat yang ditimpakan kepada Ahlul-kitab diceritakan dalam surah al-Baqarah ayat 159 :

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
Artinya : “ Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab,mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati pula oleh semua makhluk yang dapat mela’nati “

Perilaku kitmanul-haq (menyembunyikan/menutupi kebenaran) dewasa ini telah demikian mewabah menjangkit para elit.  Dan perilaku ini berakibat pada idl-lal (penyesatan) terhadap bawahannya atau para pengikutnya. Modus menutupi kebenaran yang banyak dilakukan dewasa ini setidaknya ada dua. Pertama ; Menutupi kebenaran dengan menggunakan kata-kata abstrak, ambiguitas, atau menimbulkan penafsiran yang sangat berlainan. Seorang pejabat yang sebetulnya tidak tahan kritik, padahal kritik itu membangun, ia mengatakan : “Saya sangat menghargai kritik, tetapi kritik itu harus disampaikan secara bebas dan bertanggung jawab”. Kata ‘bebas dan bertanggung jawab’ adalah kata abstrak untuk menghindari kritik. Seorang pemuka agama ketika menemukan pendapat pemuka agama yang lain logis sedang pendapatnya sendiri tidak logis, dengan lantang menyatakan : “Akal harus tunduk kepada agama”. Ia sebetulnya mau mengatakan bahwa logika orang lain harus tunduk  pada pemahamannya tentang agama. ‘Akal’ dan ‘agama’ adalah dua kata abstrak.    
Kedua ; Menutupi kebenaran dengan menciptakan istilah yang diberi makna lain. Istilah itu berupa eufemisme (pemutarbalikkan makna). Pejabat melaporkan kelaparan di daerahnya dengan mengatakan ‘kasus kekurangan gizi’ atau ‘rawan pangan’. Operasi menertibkan pedagang asongan tanpa memberi solusi pekerjaan pengganti disebut ‘operasi esok penuh harapan’ . Proyek yang sebenarnya hanya menguntungkan segelintir orang dikatakan ‘untuk kesejahteraan rakyat’. Jika perilaku ini dibiarkan saja tanpa ada upaya perbaikan segera, bukan  mustahil Allah swt murka dan menimpakan la’nat-Nya.
اللهم أرنا الحق حقاً وارزقنا اتباعه، وأرنا الباطل باطلاً وارزقنا اجتنابه
Ya Allah. Tampakkanlah kepada kami kebenaran itu adalah kebenaran. Dan karuniakanlah kepada kami rizki (kemampuan) untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kepada kami kebatilan itu adalah kebatilan. Dan karuniakanlah kepada kami untuk menjauhinya. Amin.
ومَنَ يكُ ذا فَمٍ مُرّ مريضٍ                 يجد مّرا بهِ الماءَ الزُّلالا
اللهم أرنا الحق حقاً وارزقنا اتباعه، وأرنا الباطل باطلاً وارزقنا اجتنابه

Tidak ada komentar:

Posting Komentar