Selasa, 06 Juli 2010

NIKAH SIRRI

Secara harfiyah literatur Arab, sirri mengandung arti sesuatu yag tersembunyi/ rahasia. Apabila kita sinkronkan dengan pembahasan ini (nikah sirri) tentunya dapat langsung kita cerna sebagai pernikahan yang dilakukan secara tersembunyi. Dari sini mencuat sebuah pertanyaan Bagaimanakah bentuk nikah sirri, padahal dalam rukun nikah  mengharuskan adanya saksi?
Ternyata, survey yang telah merambah di kalangan masyarakat membuktikan hipotesa tentang nikah sirri itu  terklasifikasi dalam beberapa varian  dengan latar belakang yang berbeda :
            Pertama, nikah sirri yang hanya dihadiri oleh dua calon mempelai dan tidak dihadiri oleh saksi dan tidak diumumkan serta tidak ditulis dalam catatan resmi, sehingga "sepasang suami istri" itu hidup dalam bayang-bayang persembunyian (dari pernikahannya) yang tidak diketahui oleh seorangpun selain keduanya.
            Kedua. Nikah yang dihadiri oleh para saksi, akan tetapi mereka diperintah untuk menyembunyikan pernikahan tersebut dan tidak mempublikasikannya. Biasanya, karena pernikahannya harus disembunyikan, sepasang calon mempelai yang telibat dalm pernikahan ini tidak mau mencatatkan di catatan resmi pemerintah. Nikah sirri model kedua ini umumnya berkaitan dengan kejadian yang menyebabkan jatuhnya prestige (martabat) dan menimbulkan rasa malu keluarga pengantin apabila diketahui oleh public. Termasuk dalam bentuk yang kedua ini juga adalah nikahnya seorang lelaki yang sudah beristri dan ia tidak mau nikahnya yang kedua ini diketahui oleh isteri pertama. Untuk pegawai negri sipil, ini banyak dilatarbelakangi oleh UU PP No.10 yang mengharuskan Pegawai Negeri untuk mendapat izin dari isteri pertama ketika hendak menikah lagi.
            Ketiga, Nikah sirri dalam artian nikah yang tidak tercatat oleh badan pemerintah yang berwenang. Meskipun sudah nikah itu sendir telah memenuhi syarat dan rukun secara syariat, dan tidak ada keharusan nikahnya ini untuk disembunyikan. Untuk masyarakat umum, factor yang mendorong terjadinya nikah model ketiga ini adalah melambungnya biaya administrasi nikah, disamping karena factor-faktor teknis yang lain seperti berbelit-belitnya pengurusan nikah dan lain-lain.
Bagaimanakah partisipasi Fuqaha dalam menyikapi hal ini?
            Nikah sirri merupakan sebuah fenomena klasik yang sudah masyhur dalam pengkajian master lesson ulama profesor ahli fiqih zaman dahulu. Penelusuran  pembahasan hukumpun menjadi pusat sorotan.
            Selazimnya amal syariat yang mengandung syarat dan rukun, guna penentu status kesahan secara syariat islam, nikah juga dikatakan sah bila sudah memenuhi syarat dan rukunnya yaitu adanya wali, dua orang saksi, shighat, dan  dua calon pengantin yang sudah memenuhi  syarat-syarat yang ditetapkan. Oleh karena itu, untuk varian yang pertama, ulama sepakat bahwa nikah sirri dalam konteks ini adalah batal, karena tidak terpenuhinya kriteria rukun dalam pernikahan yaitu syahadah (adanya saksi).
            . Berbeda  ketika dihadiri oleh para saksi dan diperintah untuk menyembunyikan pernikahan tersebut dan tidak mempublikasikannya sebagaimana model varian kedua, maka para Fuqaha berbeda pendapat dalam kesahannya sebagian diantaranya menghukumi sah tapi makruh. (al-Fatawi Li Mahmud Syaltut : 268). Diantara Fuqaha, Imam Malik dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal menghukumi tidak sah, jika saksi diperintah untuk menyembunyikan. Sedangkan Imam Syafi'i dan Imam Abu Hanifah tetap mengesahkan selagi saksi terdiri dari 2 laki-laki, sekalipun saksi diperintah untuk merahasiakan.
            Menyoroti kasus yang ketiga, ulama sepakat bahwa nikahnya adalah sah. Meskipun disini masih ada kontroversi dan perdebatan yang panjang seputar tidak dicatatkannya nikah dalam catatan resmi pemerintah, apakah itu boleh dilakukan?.

imbas negatif dan positif  yang dimunculkan oleh nikah sirri bentuk ketiga ?
Sebagai sebuah majlis dirasah ilmiah, Al-Ghadier tidak hanya mengekspos suatu kajian ilmiah dari segi hukumnya saja, tapi hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang berposisi di depan dan di balik layarpun patutnya kita telaah pula. Dampak positif  yang bisa tercapai dengan melakukan nikah sirri adalah sebagai salah satu cara penghindaran daripada melakukan zina penjerumus pada jurang nista.وَلاَتَقْرَبوُاالزِّناَ  Termasuk di dalamnya juga di saat dilema ekonomi yang mencekik kebutuhan hidup, sedangkan biaya administrasi nikah yang berbandrol tinggi, tak jadi penghalang dengan melakukan nikah sirri yang tak perlu banyak biaya.
            Adapun sisi negatif dari nikah sirri ialah : Pertama, Rating  (penilaian) nikah sirri dewasa ini, cenderung mengarah pada tala'ub (mempermainkan) syariat agama yang sudah didoktrin oleh baginda Rasulullah saw untuk tidak menyembunyikan pernikahan. أَعْلِنُوْا النِّكَاحَ  "Publikasikanlah nikah". Sehingga dengan tidak dicatatkannya nikah, maka rentan sekali terjadi dloror (bahaya) yang merugikan beberapa pihak. Seperti tidak adanya pengakuan dan perlindungan pada status pernikahan, lantas berbuntut bagi anaknya yang hendak dibuatkan akta kelahiran hanya mencantumkan nama ibunya saja. Dan dengan hukum perdata seperti ini, hak anak mewarisi harta sang ayah menjadi pupus. Betapa malangnya anak ini !
Kedua, Melihat pada mafhumnya  hadits Nabi saw دَعْ مَا يَرِيْبُكَ اِلىَ مَالاَيَرِيْبُكَ "Tinggalkanlah hal yang meragukan beralih melakukan hal yang meyakinkan"  Suatu pernikahan yang diragukan kemaslahatannya karena melalui jalur yang tidak resmi, dengan konsekuensi pertimbangan baik dan buruk jangka panjang (bagi keturunan misalnya) yang masih dipertanyakan, maka kenapa harus tetap ditempuh?
Ketiga, dan ini ditekankan bagi yang melakukan nikah sirri karena takut ketahuan, terjadi punggung yang saling berhadapan (saling bertolak belakang) antara akibat yang ditimbulkan dengan tujuan pernikahan yang telah Allah firmankan dalam surat Ar-Rum : 21
وَمِنْ أيَاتِهِ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسَكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا اِلَيْهَا
"Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya, Allah telah menciptakan bagimu pasangan-pasangan dari dari jenismu agar supaya kamu merasa tentram dengannya"
Akankah tercapai Hadaf  (tujuan) dari pernikahan agar dapat merasakan ketentraman dan ketenangan (litas kunu ilaiha) padahal pelakunya bersembunyi di  balik bayang-bayang ketakutan jika ketahuan. 
Setelah mengetahui positif dan negatif mengenai nikah sirri, lalu manakah yang didahulukan ?
Syaikh Wahbah Zuhaily dalam Fiqhul Islam wa Adillatuhu 4/33 menyingkapkan :Ketika seseorang mempergunakan haknya dengan target merealisasikan sebuah kemaslahatan, namun di baliknya terselubung dloror/ bahaya yang lebih besar daripada maslahat yang dituju atau tingkatannya sama, maka hal demikan harus dicegah sebagai langkah preventif demi untuk menutup celah terbukanya bahaya, (muni'a min dzalik saddan lidzdzara-i').
Dengan terinspirasi dari hadits Rasulallah saw لاضررولاضرار  Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. Dengan proyektivitas bahwa nikah sirri akan menimbulkan dampak negative yang begitu menyusahkan sebagaimana yang telah terdeskripsikan, maka nikah sirri dipandang tidaklah layak untuk dilakukan.
Rekomendasi Al Ghadier
Majlis Al Gadier menyoroti maraknya praktik nikah siri model yang ketiga ini, terutama yang terjadi di kalangan masyarakat kecil, adalah didorong oleh biaya pernikahan resmi yang sangat mahal. Meskipun peraturan pemerintah telah menetapkan bahwa biaya yang disetor untuk kas negara cuma 30.000 rupiah, tapi dalam prakteknya, banyak biaya "siluman" yang harus dibayar lebih oleh seorang calon pengantin, sehingga keseluruhannya mencapai tidak kurang dari 400 ribu rupiah. Bahkan di beberapa tempat bisa mencapai lebih dari satu juta rupiah. Belum lagi biaya-biaya yang lain yang harus ditanggung oleh seorang calon pengantin dan keluarganya seperti menyediakan jamuan seadanya, biaya mas kawin dan lain-lainnya. Inilah yang kemudian menjadi alasan masyarakat untuk melaksanakan pernikahan putra putri mereka tanpa melibatkan aparat negara (KUA) karena dianggap hanya menambah beban yang harus ditanggung mereka. Untuk mengantisipasi ini, hendaknya dipikirkan ulang tentang kebijaksanaan pembiayaan yang dianggap mahal ini, paling tidak biaya-biaya yang tidak resmi yang biasanya dijadikan bancakan bagi oknum-oknum tertentu untuk dibrantas dan dibersihkan. Al gahdier menyambut baik inisiatip pemerintah untuk membebaskan biaya pernikahan bagi keluarga yang tidak mampu dengan memperlihatkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari desa. Akan tetapi seperti yang sudah menjadi rahasia umum bahwa pernikahan orang semacam ini biasanya di luar prioritas penanganan dari aparat yang berwenang.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar