Sudah tidak menjadi sesuatu yang tabu dalam perbincangan sehari-hari akan sebuah aktivitas merokok. Di kantor, di institusi baik formal maupun informal, seperti sekolah, rumah, pos-pos jasa pelayanan bahkan tempat-tempat umum semisal tempat ibadah pun menjadi sasaran empuk bagi para perokok untuk menjajal, menjajahi dan menikmati rokok mereka. Kadang substansi perbincangan tentang rokok berkisar tentang sejarah ditemukan, persebarannya, pradaban hidup umat manusia pada zamannya, sampai pada segala sesuatu yang bertautan dengan rokok ini. Namun ketika sub bahan perbincangan adalah bagaimana hukumnya rokok maka ini adalah sebuah terma pembahasan yang cukup rumit dan sangat komplek dengan aspek-aspek tertentu yang tidak boleh untuk dipandang dengan sebelah mata.
Sebagai masalah yang sangat krusial dan kasuistis di tengah ranah masyarakat, Majlis Ilmiah Al-Ghadier mencoba menguraikan hukum rokok dengan sangat extra hati-hati dalam pengkajian ilmiahnya di mana rokok dipandang dari kacamata Fiqh sebagai sumber tinjauan. Berikut menu sajian pembahasan hukum rokok:
Budaya merokok termasuk gelaja yang relatif baru di dunia Islam. Tak lama setelah Chirstopher Columbus dan penjelajah-penjelajah Spanyol lainnya mendapati kebiasaan bangsa Aztec (kebiasaan merokok) pada tahun 1500, rokok kemudian tersebar dengan cepatnya ke semenanjung Siberia dan daerah Mediterania. Dunia Islam, pada saat itu berada di bawah kekhilafahan Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Setelah diketahui adanya sebagian orang Islam yang mulai terpengaruh dan mengikuti kebiasaan merokok, maka dipandang perlu oleh penguasa Islam saat itu untuk menetapkan hukum tentang merokok.
Karena tidak adanya nash, maka membuahkan sebuah tafshil dimana hukum pendapat pertama dari tiga pendapat yang akan dijelaskan ialah mubah dengan menimbang terlebih dahulu qaidah dalam ushul fiqh yang menyebutkan :
الأصل فى الأشياء الإباحة إلا ما دل الدليل على خلافه
Asal dari sesuatu ialah mubah kecuali terdapat indicator yang menyebabkan sesuatu tersebut tidak mubah. Dan pada reedaksi lain dengan menggunakan lafadh فى الحكم
Menurut pendapat ini rokok ialah boleh karena tidak ada dalil yang mengharamkan. Allah menghalalkan benda-benda baik yang mengandung unsur menyenangkan manusia dan mendatangkan manfaat. Rokok merupakan makanan baik dan tidak ada dalil yang mengharamkannya. Sementara itu bahaya rokok tidak selalu menjangkiti pengkonsumsi lantas menyebabkan haram bagi seluruh manusia. “Dia-lah yang menciptakan bagi kalian apa yang ada di dalam bumi semuanya.” (Al-Baqarah : 29)
Rokok dapat membantu mengurangi risiko parkinson. Parkinson adalah hilangnya sel-sel otak yang memunculkan zat kimia dopamin, sehingga berdampak gemetar, dingin, gerak lambat dan ber-masalah dengan keseimbangan tubuh. Tentu, bukan berarti semua orang harus merokok untuk menghindari Parkinson, sebab banyak cara menghambat zat kimia yang meracuni otak.
Salah seorang dokter spesialis paru-paru seperti Dr. Prajna Paramita Sp. P mengemukakan manfaat rokok yang bisa berguna untuk peningkatan kosentrasi, kemampuan belajar, mengurangi stress & lelah, meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah ketika menghisap.
Pendapat kedua, adalah tidak mengharamkan dan menghalalkan secara mutlak. Hal ini bisa saja kalau rokok itu dilarang dalam satu kondisi dan diperbolehkan dalam kondisi yang lain. Bisa jadi tingkatan pelarangan menjadi tegas sehingga sampai pada keharaman dan bisa saja melemah sehingga berada dalam hukum mubah. Pendukung pendapat ini beralasan kalau rokok bisa menjadi tuntutan dan bukan sekedar mubah saja, seperti saat pengobatan darurat yang harus dengan menggunakan rokok dan tidak ada obat selain rokok.
Apabila pada pendapat yang pertama dinilai tidak menunjukkan kepastian hukum halal atau haram karena bergantung pada illa ma dalla ad-dalilu ‘ala khilafihi, maka pada pendapat kedua ini sengaja membiarkan hukum rokok terjadi sesuai pengaruh yang ditimbulkan oleh rokok. Karena mereka khawatir untuk mengharamkan sesuatu yang mungkin dihalalkan oleh Allah.
Bagi yang menilai hukum rokok sampai pada batas keharaman karena beberapa argument yang ia yakini kevalidannya secara paripurna, tidak hanya dampak positif dan negatifnya tapi semua yang berkaitan dengan rokok, maka ia harus konsisten tindakannya itu. Di sisi lain, bagi penolak haramnya rokok, dampak buruk rokok juga diakui, tetapi tidak bisa dipukul rata. Sifatnya kasuistis dan relatif. Kadar bahayanya masih dalam dosis yang belum bisa dikualifikasi ''haram mutlak''.
Terlepas dari rokok itu haram atau halal, manfaat rokok bagi mereka tidak bisa disepelekan. Terutama manfaat sosial-ekonomi, seperti penyerapan tenaga kerja, kelangsungan hidup petani tembakau, pasokan pendapatan negara, dan kiprah sosial industri rokok. Aspek kesehatan dan ekonomi rokok itu kemudian dikaji dengan seperangkat konsep teoretik tentang mekanisme penggalian status hukum Islam (istinbath).
Tapi argumen tersebut dibantah pendapat lain. Alasan hukum ('illat) haramnya minuman keras bukan karena besarnya madharat, melainkan karena sifatnya yang memabukkan (muskir). Bila muskir, ulama sepakat hukumnya haram. Tapi, bila hanya mudhir, tidak bisa langsung disimpulkan haram. Tergantung kadar bahayanya. Dianalogikan dengan kandungan formalin dan zat kimia lainnya dalam makanan. Bila dalam dosis wajar dan tidak terlalu berbahaya, statusnya halal. Tapi, bila melampaui standar sehingga sampai mematikan, baru haram.
Pendapat ketiga, haram. Sebelumnya kembali kami nyatakan, bahwa tidak ada nash qathí pada bab rokok ini, sehingga dalam pemutusan pendapat ketiga ini pun menggunakan petunjuk makna ayat yang umum (dilalah áammah) yang mengandung makna pasti. Berikut alasan-alasan pengharaman itu.
1. Rokok menyebabkan kanker, impotensi, kanker tenggorokan, gigi jelek, kanker paru-paru, keguguran, mata rusak, kulit keriput, suara serak, kanker ginjal, leukemia, tulang rapuh serta di dalam rokok terdapat nikotin yang memilki efek candu yang lebih besar dibanding narkotika kecuali heroin dan semuanya bisa menyebabkan kematian, maka merokok menyebabkan kematian. Hukum tentang perbuatan semacam ini secara terang dijelaskan dalam syariat Islam, antara lain ayat Al-Quran yang terjemahannya adalah:"...dan janganlah kamu membunuh diri kalian sendiri..." (QS An-Nisa/4:29)
2. Tubuh kita pada dasarnya adalah amanah dari Allah yang harus dijaga. Mengkonsumsi barang-barang yang bersifat mengganggu fungsi raga dan akal hukumnya haram, misalnya alkohol, ganja dan sebangsanya. Perhatikan firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib adalah kekejian, termasuk perbuatan setan.Jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu sukses" (QS Al-Midah/5:90). Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam sebuah hadist yang dikumpulkan oleh Muslim dan Abu Dawud, dimana Nabi Saw berkata,"Setiap yang mengganggu fungsi akal adalah khamr dan setiap khamr adalah haram".
3. Merokok hampir selalu menyebabkan gangguan pada orang lain. Asap rokok yang langsung diisapnya berakibat negatif tidak saja pada dirinya sendiri, tapi juga orang lain di sekitarnya. Asap rokok yang berasal dari ujung puntung maupun yang dikeluarkan kembali dari mulut dan hidung si perokok, menjadi "jatah" orang-orang disekelilingnya. Ini yang disebut passive smoking atau side stream smoking yang berakibat sama saja dengan mainstream smoking. Berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya (mudharat) bagi diri sendiri apalagi orang lain, adalah hal yang terlarang menurut syariat. Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Laa dharar wa laa dhiraar".
4. Harta yang kita miliki tidaklah pantas untuk dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, misalnya dengan membakarnya menjadi abu dan asap rokok. Perhatikan ayat-ayat Alquran sebagai berikut: "...dan janganlah menghambur-hamburkan hartamu secara boros. " (QS 17: 26). Dan “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang boros” (QS Al A’raf : 31).
Wallahu a’lam wa ahkam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar