Rabu, 09 Desember 2009

PRO - KONTRA ZAKAT PROFESI Part. II

Berdasarkan Dirasah Ilmiah Al-Gadier PP KEMPEK yang dilakukan setiap jum’at sore, pembahasan mengenai Pro-Kontra Zakat Profesi masih menyisakan beberapa pertanyaan yang kami terbitkan pada edisi kali ini. Sebagaimana lazimnya tidak mungkin untuk menyatukan antara timur dengan barat atau utara dengan selatan, begitu pula Deferent Perseption atau Perbedaan Persepsi antara Pro & Kontra Zakat Profesi tidak bisa dipersatukan. Namun untuk tidak memperpanjang perseteruan antara kedua pendapat yang tidak berujung, pada edisi ini kami hanya paparkan mengenai berapakah nishab dan bagaimana cara mengeluarkan zakat profesi menurut pendapat yang mewajibkannya.
A. Nishab Zakat Profesi
Terdapat beberapa perbedaan pendapat para ulama dalam menentukan nishab zakat profesi;
Pertama : Madzhab Empat berpendapat bahwa tidak ada zakat pada harta kecuali sudah mencapai nishab dan sudah memiliki tenggang waktu satu tahun. Adapun nishabnya adalah senilai 85 gram emas dengan kadar zakat sebesar 2,5 % (Al—Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : 866, 1989)
Kedua : Pendapat yang dinukil dari Syekh Muhammad Ghazali yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, baik dalam nishab maupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan, yaitu 10%.
Ketiga : Pendapat yang menganalogikan zakat profesi ini pada dua hal, yaitu dalam hal nishab pada zakat pertanian, sehingga dikeluarkan pada saat diterima, antara lain diambil dari pendapat sebagian sahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Masúd dan Muáwiyah. Dan juga dari sebagian imam seperti Imam Zuhri, Hasan Bashri, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Baqir, Shadiq, Nashir, dan Daud Dzahiri dan pada zakat uang dalam hal kadar zakatnya yaitu sebesar 2,5% (Al—Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : 866).
Keempat : Pendapat Madzhab Imamiyah yang menetapakan zakat profesi sebesar 20% dari hsil pendapatan bersih. Hal ini berdasrkan pemahaman mereka terhadapa firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfal (8) : 41. Menurut mereka kata-kata Ghanimtum dalam ayat tersebut bermakna seluruh penghasilan, termasuk gaji, honorarium, dan lainnya.
Bagi yang mempersamakan menetapkan prosentase zakatnya sama dengan zakat perdagangan yakni 2,5% dari hasil yang diterima setelah dikeluarkannya segala biaya kebutuhan hidup yang wajar dan selama sisa tersebut dalam masa setahun, telah mencapai batas minimal yakni 20 dinar atau senilai 85 gram emas murni. Sedangkan yang menganalogikan hasil-hasil dari profesi itu dengan zakat pertanian, dalam arti begitu ia menerima penghasilan senilai 5 wasaq atau 653 kg beras hasil pertanian yang harganya paling murah, maka seketika itu juga ia harus menyisihkan 5 atau 10% (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
Namun menurut sebagian Ulama berkomentar bahwa pendapat yang mempersamakan zakat profesi dengan zakat pedagangan adalah lebih bijaksana, karena hasil yang diterima biasanya berupa uang sehingga lebih mirip dengan perdagangan atau nilai emas dan perak.
B. Cara Mengeluarkan Zakar Profesi
Dalam buku Fiqih Zakat karya DR Yusuf Qardlawi, bab zakat profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan yang terklasifikasi dalam tiga wacana :
1. Pengeluaran brutto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, penghasilan yang mencapai nishab 20 dinar atau sama dengan 85 gram emas atau senilai Rp.17.000.000,00 (dengan harga standar emas Rp. 200.000,00/gr) dalam jumlah setahun, maka dikeluarkan 2,5% langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta rupiah dikali 12 bulan = 24 juta berarti telah memenuhi nishabnya (Rp.17.000.000,00). Maka dikeluarkan langsung 2,5% dari 2 juta tiap bulan yaitu sebesar 50 ribu rupiah atau dibayar di akhir tahun sebesar 600 ribu rupiah.
Hal ini juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan Auza’I, menjelaskan : “Bila seseorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya”(Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannif, 4/30). Dan juga mengqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.
2. Dipotong operasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nishab, maka dipotong dahulu dengan biaya operasional kerja. Contohnya, seorang memperoleh gaji 2 juta rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500 ribu, sisanya 1.500.000,00 dikali 12 bulan = Rp.18.000.000,00 yang berarti telah mencapai nishab (Rp.17.000.000,00). Maka zakatnya dikeluarkan 2,5% dari Rp. 1.500.000,00 sebesar Rp.37.500,00 tiap bulan atau Rp. 450.000,00 di akhir tahun.
Hal ini dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapatnya Imam Atho’. Dan lain dari pada itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang pengairan dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.
3. Pengeluaran Netto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nishab setelah dikurangi kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nishab, maka wajib zakat. Akan tetapi kalau tidak mencapai nishab ya tidak wajib zakat karena ia bukan termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi Mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal ini berdasarkan hadits Riwayat Imam Al-Bukhori dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah SAW bersabda: “….. dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan…..”(lihat: DR Yusuf Qardlawi, Fiqih Zakat : 486).
Kesimpulan, seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nishab (85 gram emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5% boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih Afdlal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu akan mendapat azab Allah SWT baik dunia dan akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat itu Taábbudy (pengabdian kepada Allah) bukan hanya sekedar hak mustahiq. Tapi ada juga sebagian pendapat Ulama membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya operasional kerja atau kebutuhan pokok sehari-hari.
Terakhir semoga dengan zakat ini, harta menjadi bersih, berkembang, berkah, bermanfaat dan menyelamatkan pemiliknya dari siksa Allah SWT. Amin Ya Mujibas Saílin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar