Rabu, 09 Desember 2009

Al Baqarah:33 (2)

                       

Allah berfirman: "Hai Adam, beritakanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitakannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Al-Baqarah : 33)

Secara tersirat ayat ini -melalui gambaran prototype Adam as- menjelaskan kelebihan kedua yang menjadi penentu kemuliaan manusia sehingga terhantar menjadi khalifatul- Lah fi al-ardl yaitu kelebihan inba' ; yakni mentransfer (memberitakan) pengetahuan ('ilmu) yang telah didapat lewat proses at-ta'lim wa at-ta'allum yang tersirat pada ayat sebelumnya : "wa'allama adamal asma-a kullaha".

Alhasil kemuliaan sesorang dalam berbagai bidang pada konteks kekhalifahan, hanya dapat diraih manakala ia memiliki dua kelebihan. Kelebihan yang pertama adalah ; 'ilmu yakni kelebihan memiliki pengetahuan yang mumpuni terhadap bidang yang menjadi garapannya berikut aspek-aspek yang terkait dengannya. Kelebihan kedua adalah ; inba' yakni kelebihan menyampaikan pengetahuan itu sehingga membudaya dan mendatangkan maslahat bagi ummat.. Tanpa keduanya ('ilmu dan inba') kemuliaan diri tak akan dapat diraih dan tugas kekhalifahan hanyalah akan menjadi utopis belaka.

Meski kata yang menunjuk arti 'memberitakan' banyak (semisal dalam periwayatan hadis kita mengenal kata akhbarana, haddatsana selain anba'ana yang diartikan sama yaitu 'memberitakan'), dipilihnya kata 'anbi'hum' dan 'anba'ahum' yang musytak dari kata inba' dalam ayat tersebut, mengandung suatu isyarah khusus. Isyarah khusus itu dapat ditemukan melalui penelusuran akar kata dari inba'.

Inba' berasal dari akar kata 'nabaun' yang oleh ar-Raghib tidak sekedar diartikan 'al-khabar' (berita) sebagaimana umumnya tertulis dalam kitab kamus, melainkan diartikan sebagai: "al-khabar dzu al-faidah al-'adzimah yahshulu bihi 'ilmun aw ghalabatu dzonn" (beria/informasi penting yang berfaedah yang dapat memunculkan pengetahuan/teori yang yakin atau diduga kuat memiliki kebenaran). Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam upaya inba'/ menyampaikan informasi kepada umat haruslah didasarkan pada pemahaman dan penelaahan pada persoalan yang mendalam lebih dulu, tidak grusa grusu apalagi asal-asalan, sehingga dapat diyakini atau paling tidak diduga kuat merupakan kebenaran. Kata diatas juga bisa dibentuk dari akar kata 'nabwah' yang berarti 'rif'ah' (keluhuran) yang mengisyaratkan bahwa dalam upaya inba' haruslah didasarkan pada keluhuran niat dan keluhuran sikap dalam menyampaikan kebenaran pada umat. Jangan karena kebenaran, lantas kita sampaikan dengan tanpa mempertimbangkan etika. Kebenaran harus disampaikan dengan cara-cara yang benar.

Pada penghujung ayat ini, Allah SWT menegaskan: "Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan". Meski dikhitobkan kepada malaikat tetapi dapat digunakan sebagai pengingat bahwa setelah manusia mampu memiliki dua kelebihan diatas ('ilmu dan inba'), manusia tetap harus sadar jika kelebihannya tetap terbatas. Kesadaran ini akan membuat manusia tidak merasa puas terhadap apa yang telah dimiliki, melainkan mencari dan mencari lagi, serta menumbuhkan sikap rendah hati karena sesungguhnya pemilik kelebihan sejati adalah Robbul 'izzati. Wallahu 'alam wa ahkam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar