Selasa, 12 Mei 2009

TALQIN

TALQIN

Prolog

Tiap umat memiliki batas waktu maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tak dapat pula mengundurkannya. Inilah sebuah khabar yang pasti terjadi yang terpateni dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 34
Setiap orang di dunia berusaha dengan keras, dengan segala kemampuannya manusia bersikeras dan bersikukuh untuk mendapatkan segala angan dan mimpinya. Setelah tercapai semua yang diidam-idamkan, sebagian orang ada yang tetap kukuh dengan landasan yang ia yakini kebenarannya ( iman dan bersyukur ) dan ada yang malah berbalik seratus delapan puluh derajat, bertolak belakang dengan apa yang menjadi tujuan. Jika ia mencapai cita-citanya ( kufur )
Namun segala macam orang di dunia ini termasuk kedua macam orang tadi tak terlepas dari ajal ( masa kesuntukan dan kehancuran ). Yakni sebuah pintu pemisah antara keglamoran kehidupan dunia yang fana sebagai tempat mazro’ah al-a’mal dengan gelap dan sempitnya kubur sebagai tahapan menuju kehidupan kekal abadai ( akherat ). Sebagai tahapan menjurus ke akherat. Alam kubur memilki esensi yang tak terbantahkan kebenarannya yaitu pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir. Akankah kekerasan tubuh yang atletis atau kegelimangan harta atau kefasihan dan kelancran berbahasa arab atau kekuatan hafalan atau keimanan yang tertanam subur dan kokoh dihati yang akan menjadi sebab kemampuan menjawab pertanyaan tersebut . tapi terlepas dari itu semua sebagai hadirlah talqin ( memberi ingat ) untuk menghadapi Malaikat Munkar dan Nakir yang akan menanyainya, yang eksistensi hukumnya akan kita bahas dalam Dirasah Ilmiah Al-Ghadier edisi kali ini dengan pertimbangan istidlal yang tak usah diragukan lagi kebsahan sumbernya.
Adapun pada surat Al-Fathir ayat 22 yaitu : “ Wamaa anta bimusmi’la man fil qubur “ ( Dan engkau bukanlah orang yang dapat menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar ). Maksudnya memang kita tidak bisa memberi petunjuk pada orang-orang yang telah mati dalam kubur. Tapi kalau Allah yang melakukan tentu saja bisa sesuai dengan kalimat sebelumnya pada ayat lain yaitu.” Innallaha yusmi’u man yasya .“ Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran bagi siapa yang dikehendakiNya.
Pada surat An naml ayat 80 disebutkan “ Innaka la tusmi’ul mauta.” ( Sesunguhnya kamu tidak dapat memperdengarkan orang mati ) sekalipun ayat ini dijadikan sebagai hujjah bagi orang anti talqin tapi sebenarnya ayat ini belum menjadi supermasi hukum kan boleh atau tidaknya mayyit mendengar semua kehidupan dunia bukan haram atau bolehnya talqin.
Dengan tidak menafikan ayat ini, di utusnya Nabi Muhamad SAW adalah kenikmatan tergaung dari Allah kepada umat manusia yang salah satu tugasnya adalah menjelaskanya al-qu’an pada umat baik dengan perkataan dan lainnya yang biasa kita kenal dengan sunnah Rasul maka sunnah Rasul juga berkedudukan dalam supermasi hukum suatu perkara mengenai talqin, hadits Rasulullah berkata
Hukum menalqin mayat yang telah dikubur adalah sunnah, yang mengerjakannya diberi pahala, dan berfaedah bagi si mayat. Di bawah ini kami nukilkan beberapa fatwa ulama yang berkaitan dengan masalah hukum talqin ini, sebagai berikut :
Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimhyati Asy-Syafii Al-Maliki dalam kitab I’anatuth Thalibin berkata :
Dan sunnah hukumnya menalqinkan orang mati yang sudah baligh sekalipun orang yang mati syahid, sesudah dikuburkan,berdasarkan firman Allah dalam Al-qur’an yang artinya : “ Dan beri ingatlah,karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” Orang yang paling perlu diberi peringatan adalah orang yang dalam keadaan serupa ini.( Kitab I’antuth Thalibin,Juz II,halaman 140 )
Setelah kami teliti,firman Allah dalam surat Adz-Dzariat ayat 55. dengan ayat ini Allah menyuruh supaya kita mengingatkan saudara-saudara kita orang mukmin,lebih-lebih kalau peringtan itu sangat diperlukan.
Perkataan “mukminin” dalam ayat ini menunjukkan umum, meliputi orang mukmin yang masih hidup dan yang sudah mati. Ayat ini cukup menjadi dalil atas sunnahnya talqin karena talqin sebagai realisasi dari ayat ini, yakni memberi peringatan
Imam SyamsuddinA-Ramli dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj berkata : Dan sunnah menalqinkan orang mati yang sudah dewasa setelah sempurna dikuburkannya,karena ada hadits yang mengatakan bahwa seseorang apabila adiletakkan dalam kubur,sudah ditutup dengan tanah,dan pengantar-pengantar telah berjalan pulang,maka si mayat mendengar derap sandal mereka,bila orang sudah tidak ada lagi, maka datanglah dua orang Malaikat ........... dan seterusnya.” ( Kitab Nihayatul Muhtaj Juz III, halaman 40 )
Setelah kami teiliti, ternyata hadits ini merupakan sebuah hadits yang tidak diragukan lagi kesahihannya,diriwayatkan oleh Imam Bukhori, dari sahabat Anas bin Malik, terdapat dalam kitab Shaihih Bukhori,Juz I, halaman 238; dan dalam kitab fathul bari, Juz III, halaman 449; serta dalam kitab Irsyadus Sari, Juz II, halaman 434-435.
Dalam hadits ini diterangkan bahwa mayat dalam kubur mendengar derap sandal para pengantar ketika mereka kembali pulang. Ini suatu dalil yang kuat,bahwa mayat bila sudah dikuburkan dikembalikan rohnya ke tubuhnya sehingga ia mendengar derap sandal orang yang berjalan pulang. Bahkan dalm hadits Bukhori ( I238 ) dan hadits Muslim ( II:546 ) diterangkan bahwa pendengaran orang yang mati lebih tajam dari pada pendengaran orang yang masih hidup, sehingga ia mendengar apa yang diucapkan orang yang hidup,suara yang orang yang menalqin tentu saja terdengar olehnya. Dengan demikian, baik sekali bila mayat ditalqin.
Disamping itu, kami menemukan sebuah hadits yang dengan tegas menerangkan bahwa Rasulullah Saw pernah menyuruh talqin kepada para sahabatnya.
Dalam kitab Nailul Authar karangan seorang ulama ahli hadits bernama Al-Imam Asy-Syaiqoni disebutkan : Dari sahabat Nabi, Abu Umamah Al-Bahili r.a. Beliau berkata : Jika aku wafat,hendaklah urus aku sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Saw. Dalam mengurus kita ( para sahabat ) wafat.” Beliau ( Rasulullah ) bersabda :” Apabila mati salah seorang dari saudaramu ( orang islam ) dan telah didatarkan tanah diatas kuburnya,hendaklah ia berkata,”Hai diantara kamu berhenti sebentar setentang kepala mayat itu,kemudian hendaklah ia berkata,” Hai anu,anak wanita anu.” Sesungguhnya mayat itu mendengar,namun ia tidak bisa menjawab ...... dan seterusnya.” ( Riwayat Imam Tahabrani, Kitab Nailul Authar,Juz IV, halaman 138-139 )
Kemudian Imam Asy-Syaukani; setelah mengutip Hadits Abu Umamah tersebut, beliau berkata : Al-hafidz ( Ibnu hajar Al-Asqalani ) dalam kitabnya At-Talkhish telah berkata,”sanad hadits ini adalah baik, dan Imam Adh-Dhiya’ sungguh telah memandangnya hadits kuat dalam kitabnya Al-Ahkam,” ( Kitab Nailul Authar,Juz IV.halaman 139 ) bahkan dalam kitab Hujjatu Ahli Sunnah Wal-Jama’ah terdapat keterangan : kedua kitabnya yang berjudul Aal-Mukhtarah dalAl-Ahkam,” ( Kitab Hujjatu Ahli Sunnah Wal-Jamaah halaman 22) dalam hadits ini ternyata Nabi Saw memerintahkan menalqinkan ( mengingatkan ) orang mati. Gunanya ialah untuk melancarkan jawaban menghadapi pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.
Apa gunanya diajari lagi orang yang sudah berada di dalam kubur itu. Kalau memang dulu sewaktu di dunianya banyak berbuat dosa dan maksiat, tentu ia akan disiksa. Kalau ia orang baik-baik dan banyak ibadah, tentu ia akan masuk surga adengan sendirinya.
Bagaimana kita dapat mengajar orang yang sudah mati, sedangkan mengajar orang yang masih hidup saja sangat susah apalagi mengajar orang mati yang sudah ditimbun tanah.
Membacakan talqin bukan mengajarkan sebagaimana yang kita pahamkan, yaitu seperti mengajar anak sekolah,mengajarkan ilmu tafsir,mengajarkan ilmu hadits,mengajarkan ilmu kimia,ilmu fisika. Membacakan talqin hanya “mengingatkan.” Orang yang dikubur mungkin saja lupa apa yang seharusnya dikatakan pada kepada Malikat Munkar Nakir karena situasi di dalam kubur ketika itu memang benar-benar mengagetkan dia, sebab dia baru sekali itu mencoba berbaring tidur dalam kubur, seperti oarng yang rumahnya kebakaran,ia lupa mana anaknya dan mana bantal,Ia bermaksud menyelamatkan anaknya, tetapi yang dilarikannya keluar adalah bantal, bukan anaknya.
Sitausi di dalam kubur lebih gawat dari itu bisa membuat oarng lupa akan sesuatu yang ketika di dunia sudah dihafalkannya. Oleh karena itu,kita ingatkan supaya ia menjawab dengan tepat, jangan takut dan jangan gugup. Alangkah berfaedahnya talqin itu !
Sama keadaanya dengan orang yang akan mati atau orang orang yang menghadapi kematian. Situasi saat itu sangat gawat pula, tetapi kita diperintah oleh Rasulullah Saw supaya menalqinkan kalimah tauhid bagi orang itu sebagaimana tersebut dalam hadits Sahih Riwayat Imam Muslim dan Imam Nasa’i dari Abi Said Al-Khudri ( Baca kitab Sunan Nasa’i juz IV halaman 5 )
Ada orang yang berfikir, apa gunannya lagi mengajari orang yang sudah dikuburkan. Kalau di dunia ia banyak dosa, tentu ia akan dihukum setimpal dengan amalnya; kalau ia orang baik-baik dan banyak amal ibadah,tentu ia akan masuk surga.
Demikianlah orang yang berfikir. Akan tetapi,ajaran syariat islam,ajaran yang dibawa nabi Muhamad Saw yang disebut dalam hadits Abu Umamah Al-Bahili bukan begitu,tetapi talqinkanlah orang yang sudah mati, meskipun ketika di dunia ia orang pandai,saleh,apalagi kalu di dunia ia tidak taat dan banyak berbuat maksiat. Singkatnya kalaui ia beragama islam, talqinkan dan ingatkanlah !
Imam Ibnu Taimiyah yang pendapatnya banyak dipegang oleh orang-orang yang anti atau melarang talqin, dalam kitabnya Fatawa Ibnu Taimiyah berkata,” Menalqinkan mayat setelah selesai dikuburkan, terdapat dasar kuat ( tsabit ) dari golongan sahabat Nabi Saw, bahkan mereka menyuruhnya, seperti halnya sahabat Abu Umamah Al-Bahili dan lain-lain,”( Al-Hujjah : 13 )
Demikian pula muridnya yang bernama Imam Ibnu Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh, beliau berkata,”Hadits talqin itu berturut-turut diamalkan tanpa diingkari, dan cukup untuk dikerjakan. Bagi kita tidak ada larangan untuk mengucapkan sesuatu perkataan yang menjadikan manfaat bagi mayat.”0 Adz-Dzakkhirat: 86,dan baca Fatawa Syar’iyah II : 30 )
Namun terlepas dari Shoheh atau tidaknya sebuah dalil sebagai sumber istidlal, Masalah talqin itu berkaitan dengan pertanyaan Munkar dan Nakir. Kalau pertanyaan di kubur itu haq maka apa salahnya mengingatkan
Sedangkan secara manfaatnya talqin itu lebih bermanfaat diberikan pada orang yang belum mati ( ma’na majazi ) agar dapat mempersipkan dirinya dengan amal-amal shalih yang dapat ia bawa saat ia mati tapi ini tidak menafikan bagi talqin diberikan pada orang yang sudah mati ( ma’na haqiqi ) karena ma’na haqiqi itu lebih utama dari pada ma’na majazi








Prolog

Tiap umat memiliki batas waktu maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tak dapat pula mengundurkannya. Inilah sebuah khabar yang pasti terjadi yang terpateni dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 34
Setiap orang di dunia berusaha dengan keras, dengan segala kemampuannya manusia bersikeras dan bersikukuh untuk mendapatkan segala angan dan mimpinya. Setelah tercapai semua yang diidam-idamkan, sebagian orang ada yang tetap kukuh dengan landasan yang ia yakini kebenarannya ( iman dan bersyukur ) dan ada yang malah berbalik seratus delapan puluh derajat, bertolak belakang dengan apa yang menjadi tujuan. Jika ia mencapai cita-citanya ( kufur )
Namun segala macam orang di dunia ini termasuk kedua macam orang tadi tak terlepas dari ajal ( masa kesuntukan dan kehancuran ). Yakni sebuah pintu pemisah antara keglamoran kehidupan dunia yang fana sebagai tempat mazro’ah al-a’mal dengan gelap dan sempitnya kubur sebagai tahapan menuju kehidupan kekal abadai ( akherat ). Sebagai tahapan menjurus ke akherat. Alam kubur memilki esensi yang tak terbantahkan kebenarannya yaitu pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir. Akankah kekerasan tubuh yang atletis atau kegelimangan harta atau kefasihan dan kelancran berbahasa arab atau kekuatan hafalan atau keimanan yang tertanam subur dan kokoh dihati yang akan menjadi sebab kemampuan menjawab pertanyaan tersebut . tapi terlepas dari itu semua sebagai hadirlah talqin ( memberi ingat ) untuk menghadapi Malaikat Munkar dan Nakir yang akan menanyainya, yang eksistensi hukumnya akan kita bahas dalam Dirasah Ilmiah Al-Ghadier edisi kali ini dengan pertimbangan istidlal yang tak usah diragukan lagi kebsahan sumbernya.
Adapun pada surat Al-Fathir ayat 22 yaitu : “ Wamaa anta bimusmi’la man fil qubur “ ( Dan engkau bukanlah orang yang dapat menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar ). Maksudnya memang kita tidak bisa memberi petunjuk pada orang-orang yang telah mati dalam kubur. Tapi kalau Allah yang melakukan tentu saja bisa sesuai dengan kalimat sebelumnya pada ayat lain yaitu.” Innallaha yusmi’u man yasya .“ Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran bagi siapa yang dikehendakiNya.
Pada surat An naml ayat 80 disebutkan “ Innaka la tusmi’ul mauta.” ( Sesunguhnya kamu tidak dapat memperdengarkan orang mati ) sekalipun ayat ini dijadikan sebagai hujjah bagi orang anti talqin tapi sebenarnya ayat ini belum menjadi supermasi hukum kan boleh atau tidaknya mayyit mendengar semua kehidupan dunia bukan haram atau bolehnya talqin.
Dengan tidak menafikan ayat ini, di utusnya Nabi Muhamad SAW adalah kenikmatan tergaung dari Allah kepada umat manusia yang salah satu tugasnya adalah menjelaskanya al-qu’an pada umat baik dengan perkataan dan lainnya yang biasa kita kenal dengan sunnah Rasul maka sunnah Rasul juga berkedudukan dalam supermasi hukum suatu perkara mengenai talqin, hadits Rasulullah berkata
Hukum menalqin mayat yang telah dikubur adalah sunnah, yang mengerjakannya diberi pahala, dan berfaedah bagi si mayat. Di bawah ini kami nukilkan beberapa fatwa ulama yang berkaitan dengan masalah hukum talqin ini, sebagai berikut :
Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimhyati Asy-Syafii Al-Maliki dalam kitab I’anatuth Thalibin berkata :
Dan sunnah hukumnya menalqinkan orang mati yang sudah baligh sekalipun orang yang mati syahid, sesudah dikuburkan,berdasarkan firman Allah dalam Al-qur’an yang artinya : “ Dan beri ingatlah,karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” Orang yang paling perlu diberi peringatan adalah orang yang dalam keadaan serupa ini.( Kitab I’antuth Thalibin,Juz II,halaman 140 )
Setelah kami teliti,firman Allah dalam surat Adz-Dzariat ayat 55. dengan ayat ini Allah menyuruh supaya kita mengingatkan saudara-saudara kita orang mukmin,lebih-lebih kalau peringtan itu sangat diperlukan.
Perkataan “mukminin” dalam ayat ini menunjukkan umum, meliputi orang mukmin yang masih hidup dan yang sudah mati. Ayat ini cukup menjadi dalil atas sunnahnya talqin karena talqin sebagai realisasi dari ayat ini, yakni memberi peringatan
Imam SyamsuddinA-Ramli dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj berkata : Dan sunnah menalqinkan orang mati yang sudah dewasa setelah sempurna dikuburkannya,karena ada hadits yang mengatakan bahwa seseorang apabila adiletakkan dalam kubur,sudah ditutup dengan tanah,dan pengantar-pengantar telah berjalan pulang,maka si mayat mendengar derap sandal mereka,bila orang sudah tidak ada lagi, maka datanglah dua orang Malaikat ........... dan seterusnya.” ( Kitab Nihayatul Muhtaj Juz III, halaman 40 )
Setelah kami teiliti, ternyata hadits ini merupakan sebuah hadits yang tidak diragukan lagi kesahihannya,diriwayatkan oleh Imam Bukhori, dari sahabat Anas bin Malik, terdapat dalam kitab Shaihih Bukhori,Juz I, halaman 238; dan dalam kitab fathul bari, Juz III, halaman 449; serta dalam kitab Irsyadus Sari, Juz II, halaman 434-435.
Dalam hadits ini diterangkan bahwa mayat dalam kubur mendengar derap sandal para pengantar ketika mereka kembali pulang. Ini suatu dalil yang kuat,bahwa mayat bila sudah dikuburkan dikembalikan rohnya ke tubuhnya sehingga ia mendengar derap sandal orang yang berjalan pulang. Bahkan dalm hadits Bukhori ( I238 ) dan hadits Muslim ( II:546 ) diterangkan bahwa pendengaran orang yang mati lebih tajam dari pada pendengaran orang yang masih hidup, sehingga ia mendengar apa yang diucapkan orang yang hidup,suara yang orang yang menalqin tentu saja terdengar olehnya. Dengan demikian, baik sekali bila mayat ditalqin.
Disamping itu, kami menemukan sebuah hadits yang dengan tegas menerangkan bahwa Rasulullah Saw pernah menyuruh talqin kepada para sahabatnya.
Dalam kitab Nailul Authar karangan seorang ulama ahli hadits bernama Al-Imam Asy-Syaiqoni disebutkan : Dari sahabat Nabi, Abu Umamah Al-Bahili r.a. Beliau berkata : Jika aku wafat,hendaklah urus aku sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Saw. Dalam mengurus kita ( para sahabat ) wafat.” Beliau ( Rasulullah ) bersabda :” Apabila mati salah seorang dari saudaramu ( orang islam ) dan telah didatarkan tanah diatas kuburnya,hendaklah ia berkata,”Hai diantara kamu berhenti sebentar setentang kepala mayat itu,kemudian hendaklah ia berkata,” Hai anu,anak wanita anu.” Sesungguhnya mayat itu mendengar,namun ia tidak bisa menjawab ...... dan seterusnya.” ( Riwayat Imam Tahabrani, Kitab Nailul Authar,Juz IV, halaman 138-139 )
Kemudian Imam Asy-Syaukani; setelah mengutip Hadits Abu Umamah tersebut, beliau berkata : Al-hafidz ( Ibnu hajar Al-Asqalani ) dalam kitabnya At-Talkhish telah berkata,”sanad hadits ini adalah baik, dan Imam Adh-Dhiya’ sungguh telah memandangnya hadits kuat dalam kitabnya Al-Ahkam,” ( Kitab Nailul Authar,Juz IV.halaman 139 ) bahkan dalam kitab Hujjatu Ahli Sunnah Wal-Jama’ah terdapat keterangan : kedua kitabnya yang berjudul Aal-Mukhtarah dalAl-Ahkam,” ( Kitab Hujjatu Ahli Sunnah Wal-Jamaah halaman 22) dalam hadits ini ternyata Nabi Saw memerintahkan menalqinkan ( mengingatkan ) orang mati. Gunanya ialah untuk melancarkan jawaban menghadapi pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.
Apa gunanya diajari lagi orang yang sudah berada di dalam kubur itu. Kalau memang dulu sewaktu di dunianya banyak berbuat dosa dan maksiat, tentu ia akan disiksa. Kalau ia orang baik-baik dan banyak ibadah, tentu ia akan masuk surga adengan sendirinya.
Bagaimana kita dapat mengajar orang yang sudah mati, sedangkan mengajar orang yang masih hidup saja sangat susah apalagi mengajar orang mati yang sudah ditimbun tanah.
Membacakan talqin bukan mengajarkan sebagaimana yang kita pahamkan, yaitu seperti mengajar anak sekolah,mengajarkan ilmu tafsir,mengajarkan ilmu hadits,mengajarkan ilmu kimia,ilmu fisika. Membacakan talqin hanya “mengingatkan.” Orang yang dikubur mungkin saja lupa apa yang seharusnya dikatakan pada kepada Malikat Munkar Nakir karena situasi di dalam kubur ketika itu memang benar-benar mengagetkan dia, sebab dia baru sekali itu mencoba berbaring tidur dalam kubur, seperti oarng yang rumahnya kebakaran,ia lupa mana anaknya dan mana bantal,Ia bermaksud menyelamatkan anaknya, tetapi yang dilarikannya keluar adalah bantal, bukan anaknya.
Sitausi di dalam kubur lebih gawat dari itu bisa membuat oarng lupa akan sesuatu yang ketika di dunia sudah dihafalkannya. Oleh karena itu,kita ingatkan supaya ia menjawab dengan tepat, jangan takut dan jangan gugup. Alangkah berfaedahnya talqin itu !
Sama keadaanya dengan orang yang akan mati atau orang orang yang menghadapi kematian. Situasi saat itu sangat gawat pula, tetapi kita diperintah oleh Rasulullah Saw supaya menalqinkan kalimah tauhid bagi orang itu sebagaimana tersebut dalam hadits Sahih Riwayat Imam Muslim dan Imam Nasa’i dari Abi Said Al-Khudri ( Baca kitab Sunan Nasa’i juz IV halaman 5 )
Ada orang yang berfikir, apa gunannya lagi mengajari orang yang sudah dikuburkan. Kalau di dunia ia banyak dosa, tentu ia akan dihukum setimpal dengan amalnya; kalau ia orang baik-baik dan banyak amal ibadah,tentu ia akan masuk surga.
Demikianlah orang yang berfikir. Akan tetapi,ajaran syariat islam,ajaran yang dibawa nabi Muhamad Saw yang disebut dalam hadits Abu Umamah Al-Bahili bukan begitu,tetapi talqinkanlah orang yang sudah mati, meskipun ketika di dunia ia orang pandai,saleh,apalagi kalu di dunia ia tidak taat dan banyak berbuat maksiat. Singkatnya kalaui ia beragama islam, talqinkan dan ingatkanlah !
Imam Ibnu Taimiyah yang pendapatnya banyak dipegang oleh orang-orang yang anti atau melarang talqin, dalam kitabnya Fatawa Ibnu Taimiyah berkata,” Menalqinkan mayat setelah selesai dikuburkan, terdapat dasar kuat ( tsabit ) dari golongan sahabat Nabi Saw, bahkan mereka menyuruhnya, seperti halnya sahabat Abu Umamah Al-Bahili dan lain-lain,”( Al-Hujjah : 13 )
Demikian pula muridnya yang bernama Imam Ibnu Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh, beliau berkata,”Hadits talqin itu berturut-turut diamalkan tanpa diingkari, dan cukup untuk dikerjakan. Bagi kita tidak ada larangan untuk mengucapkan sesuatu perkataan yang menjadikan manfaat bagi mayat.”0 Adz-Dzakkhirat: 86,dan baca Fatawa Syar’iyah II : 30 )
Namun terlepas dari Shoheh atau tidaknya sebuah dalil sebagai sumber istidlal, Masalah talqin itu berkaitan dengan pertanyaan Munkar dan Nakir. Kalau pertanyaan di kubur itu haq maka apa salahnya mengingatkan
Sedangkan secara manfaatnya talqin itu lebih bermanfaat diberikan pada orang yang belum mati ( ma’na majazi ) agar dapat mempersipkan dirinya dengan amal-amal shalih yang dapat ia bawa saat ia mati tapi ini tidak menafikan bagi talqin diberikan pada orang yang sudah mati ( ma’na haqiqi ) karena ma’na haqiqi itu lebih utama dari pada ma’na majazi

1 komentar:

  1. Ass... nyuwun agung ngapunten...... teng blog niki ko deadline buletin edisi terbarue dereng wonten sih?

    BalasHapus