Agama merupakan tali yang menghubungkan manusia dengan tuhannya. Lewat agama, manusia melakukan komunikasi subjektif dalam momen-momen spiritual yang mediumnya disediakan dalam kegiatan ritual. Melalui agama, manusia menyerahkan kepasrahan terakhir dan sekaligus manjadikannya sebagai tempat untuk mengadu dan meminta perlindungan ketika menghadapi kemelut yang menimpa perjalanan kehidupannya. Termasuk disini, agama adalah tempat yang memiliki dan menjanjikan kemenangan spiritual bagi orang yang dalam kondisi paling kritis sekalipun.
Sebagai jalan yang mengatur rel komunikasi dan interaksi ini, Allah menggariskan ajaran syariat sebagai garis yang menuntun manusia untuk melakukan kewajiban dirinya selaku makhluk. Ketentuan Allah ini digambarkan dalam ketentuan-ketentuan syariat, yang substansinya merupakan jalan yang membimbing manusia agar tidak melenceng, tetapi tetap dalam rel yang telah digariskan oleh-Nya. Agama merupakan tali yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Lewat agama, manusia melakukan komunikasi subjektif dalam momen-momen spiritual yang mediumnya disediakan dalam kegiatan ritual.
Kejadian ini juga terjadi pada pembahasan kita kali ini (shalat tarawih), dimana pada bulan Ramadahan, seperti yang telah kita ketahui bersama, merupakan saat penggodogan dan pematangan seoarang hamba dengan berusaha semaksimal mungkin untuk memerangi hawa nafsu melalui puasa, shalat tarawih, tadarus alqur’an, memuraja’ah kutub mu’tabarah dan amalan-amlan lainnya yang masih dalam lingkup tema mensucikan diri yang mengarah pada libtigha-i mardlatillah di dalam bulan yang penuh keagungan dan keutamaan.
Shalat tarawih bagi umat islam adalah sudah tak asing lagi, baik dalam ruang lingkup nasional Indonesia maupun internasional dunia islam di seluruh Dunia. Hampir seluruh muslim menjalankan dan mengamalkan Sholat Tarawih. Pada awal Ramadhan (malam-malam pertama) biasanya masjid-masjid akan penuh, begitu juga mushalla pun penuh dengan kaum muslimin dan muslimat yang berbaur dan bercampur untuk melakukan shalat sunat yang dilakukan setiap tahun ini. Mereka datang ke masjid atau mushalla untuk melakukan shalat isya sekaligus shalat tarawih. Shalat tarawih menyisakan sebuah polemik yang akan kita bahas pada dirosah ilmiah al Ghadier kali ini.
Terpapar dalam kitab Shalat al-Tarawih fi Masjid al-Haram bahwa shalat Tarawih di Masjid al-Haram sejak masa Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Ustman, dan seterusnya sampai sekarang selalu dilakukan 20 rakaat dan 3 rakaat Witir.
Golongan NU yang memilih Tarawih 20 rakaat ini berdasar pada beberapa hadits,
Dalil pertama: Madzhab kita (Syafiiyah) menyatakan: Shalat Tarawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini berdasar pada hadits nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan Sanad Shahih, dari Saib bin Yazid as-Shababy, ia mengatakan: kita mengerjakan shalat tarawih pada masa Umar bin Khatab dengan 20 rakaat ditambah witir. ( Al-Hawy li al-Fatawa li al-Suyuthi juz I hlm 350; dan Fath al-Wahhab, juz I hlm 58 )
Dalil kedua: Betul bahwa kaum Muslimin mengerjakan shalat pada zaman Umar, Ustman dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan ini pendapat sebagian mayoritas pakar-pakar hukum islam.( Fiqh as-Sunnah,juz II, hlm 54 )
Dalil ketiga: “Ibnu Abbas mengatakan: Rasul shalat di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah witir. (HR. Baihaqi dan Thabrani, dari Abd bin Humaid)
Dalil ke empat: Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan: Orang-orang mengerjakan (shalat Tarawih) pada zaman Umar bin Khattab sebanyak 23 rakaat. ( HR. Imam malik, dalam kitab al-Muwaththa’ juz I, hlm 138 )
Alasan Imam Syafi’i memilih jumlah raka’at shalat Tarawih 20 rakaat tersebut, karena Ijma’ as-Shohabah sejak zaman Umar bin Khatab r.a. sampai masa-masa berikutnya. Juga kesepakatan ulama-ulama Ahlu al-Madinah selama ini (sampai hari ini), bahwa shalat Tarawih di Masjid Nabawi di Madinah dilakukan dengan 20 rakaat, juga di Masjid al-Haram Makkah, dan Masjid al-Aqsha di alQuds (Yerusalem).
Memang ada sumber-sumber lain, yang menyebutkan jumlah raka’at shalat Tarawih itu bukanlah 20 rakaat akan tetapi ada yang 8 raka’at, 12 raka’at, 36 raka’at, 40 raka’at, dan 46 raka’at, masing-masing mempunyai alasan. ( Baca lebih jelas fathu al-Bari oleh Al as-Qolani, Syarakh az-Zarqoni, oleh Sayidi Muhamad Az-Zarqoni)
Para Imam menetapkan akan kesunahan melaksanakan shalat Tarawih berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Syaykhani, bahwa Rasulullah Saw. keluar pada malam-malam Ramadhan, yakni 3 hari yang yang berbeda-beda: pada malam tanggal 23, 25, dan 27, Nabi saw shalat di Masjid dan para sahabat shalat beserta beliau dan Nabi shalat beserta para sahabat 8 rakaat (dengan 4 salaman) dan para sahabat menyempurnakan shalat Tarawih di rumah mereka masing-masing. Maka disitulah terdengar dari rumah mereka seperti suara lebah. Dan dari sinilah Nabi menjelaskan bahwa beliau mensunahkan shalat Tarawih kepada para sahabat dan jama’ah akan tetapi Nabi tidak shalat beserta sahabat dengan 20 rakaat seperti apa yang dikerjakan oleh sahabat dan sahabat yang setelahnya sampai masa-masa sekarang. Dan Nabi tidak shalat beserta sahabat dengan 20 rakaat karena khawatir akan difardlukan (dianggap fardlu) oleh para sahabat. ( Hujjah Ahli Sunnah wal Jamaah hlm 25-26)
Sampai sekarang masalah ini ternyata masih menarik, meskipun mayoritas ulama-ulama fiqih sependapat, bahwa jumlah rakaat shalat Tarawih itu tidak ada batas tertentu yang ditetapkan, shalat Tarawih itu merupakan shalat sunnah, yang rokaatnya tidak ditentukan jumlahnya secara pasti, tujuannya untuk menghidupkan kegiatan ibadah di malam hari pada bulan Ramadhan. Adapun Khalifah Umar bin Khattab dengan imamnya Ubay bin Ka’ab melakukan sholat tarawih dengan jumlah 20 rakaat ditambah witir 3 rakaat, sedangkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz menganjurkan shalat Tarawih sebanyak 36 rakaat (sebagai kompensasi dengan ahlu makkah yang melaksanakan thawaf di Baitullah setiap 4 rakaat).
Adapun dalil mengerjakan shalat tarawih berjama’ah berdasarkan hadits : 'Alaykum bisunnati wa sunnatil khulalafai ar Rosyidiina min ba'di…
dan juga hadits HR Ahmad dan Tirmidzi dan Ibnu Majjah
Iqtadu billadzayni min ba'di, abu bakrin wa 'Umaro… Yang artinya: Nabi Saw bersabda : Ikutilah 2 orang setelah aku yakni Abu Bakar dan Umar. (HR. Ahmad dan Tirmidzi dan Ibnu Majjah
Adapun ulama yang merealisasikan sholat Tarawih sampai 8 rakaat mereka bertendensi pada haditsnya Siti Aisyah r.a :
عن عا ئشة رضي الله عنها قالت : ماكان رسول الله ص م يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة يصلي أربعا فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم يصلي أربعا
فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم يصلي ثلاثا. قالت عائشة قلت يا رسول الله أتنام قبل أن توتر ؟ قال: ياعائشة إن عيني تنامان ولاينام قلبي . متفق عليه
Diriwaytakan dari Aisyah r. a berkata : Rasulullah tidak menambahi pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya atas melaksanakan shalat 11 rokaat dengan 4 kali salaman. Jangan menanyakan akan kebaikan dan panjangnya rokaat,kemudian Rasulullah shalat dengan 4 salaman, kemudian Jangan menanyakan akan kebaikan dan panjangnya rokaat, kemudian Rasulullah shalat 3 rokaat. Aisyah berkata : ya Raulullah Apakah engkau tidur sebelum melaksankan shalat witir. Nabi menjawab : wahai Aisyah bahwa kedua mata saya tidur akan tetapi hatiku tidak tidur ( Muttafaqun Alaih )
Hanya saja bertendensi dengan hadits ini menurut Ahli Sunni itu dianggap tidak sah , karena maudu’nya (penempatan sasaranya) adalah shalat witir. Dan telah kita ketahui bersama bahwa minimal shalat witir itu dilakukan satu rakaat dan maksimalnya 11 rakaat. Dan pada saat itu nabi melakukan shalat setelah tidur sebanyak 4 rakaat dengan dua salam secara berturut-turut kemudian melakukan 4 rakaat lainnya dengan dua salam pula dan mengerjakan 3 rakaat dengan dua salam juga. Shalat ini diketahui sebagai shalat witir bukan shalat tarawih dengan bertendesikan beberapa hujjah .
Pertama:Pertanyaan Aisyah ra. Yakni Atanamu qabla an tutira(apakah engkau tidur sebelum melakukan shalat witir?)menunjukkan shalat yang dilakukan Nabi adalah shalat witir karena shalat tarawih itu dilakukan setelah shalat Isya dan sebelum tidur.
Kedua :Imam Bukhori menempatkan hadits diatas kedalam bab shalat witir. Oleh karena demikian maka hilanglah kontradiksi dan sempurnalah kumpulan beberapa dalil yang telah disebutkan .
Dengan tidak menghilangkan asumsi umum tentang bulan Ramadhan sebagai bulan yang penuh keberkahan yang diisi dengan berbagai amaliah ibadah baik itu denagan puasa,shalat tarawih ,shalat witir,tadarus al Quran ataupun dengan amaliah ibadah lainnya Namun secara umum ibadah kepada Allah merupakan kewajiban manusia kepada Allah selaku makhluk dan menjadi pilar keagamaan atau keislaman seseorang . Ibadah pada dasarnya adalah proses latihan yang agung dalam character building (pembanginan akhlak)dan meluruskan akhlak
Pelaksanan ibadah juga didalamnya mengandung asas pengakuan manusia sebagai hamba dan pengakuan manusia pada Allah sebagai tuhan dzat pencipta segala sesuatu (al iqrar bi rububiyatillah wa bi ‘ubudiyatinnafsi). Pencipta dan pemberi kepada semua ciptaan-Nya. Maka wajib bagi manusia untuk menyembah dan bersyukur atas nikmat yang diberikan dalam kehidupan manusia sehari hari.
Ibadah juga merupakan salah satu jalan yang mendekatkan kepada Allah dan mengalahkan segala rintangan duniawi yang timbul dan menghadang setiap gerak langkahnya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar