Rabu, 19 Agustus 2009

Isra Mi'raj

Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari masjid al-Haram ke masjid al-Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya supaya kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami, sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS al Isra:1).
Umat islam Indonesia setiap tahun selalu tergugah untuk menyelanggarakan peringatan hari besar Isra Mi'raj Baginda Nabi besar Muhammad Saw dengan bukti banyaknya pengajian-pengajian atau acara-acara islami lainnya yang diselenggarakan dalm rangka mengambil 'ibrah dari peristiwa isra mi'raj.
Menurut keterangan yang paling kuat dan yang paling populer dikalangan islam Negara tercinta kita, bahkan seluruh dunia, bahwa peristiwa Isra Mi'raj Nabi besar Muhammad Saw. terjadi pada tanggal 27 Rajab, sesudah pengangkatan beliau sebagai Rasulullah atau kira-kira setahun sebelum hijrah ke Madinah.
Menjelang peristiwa Isra Mi'raj itu, Nabi Saw. beserta para pengikutnya baru saja mengalami pemboikotan total oleh kaum jahiliah Quraisy selama tiga tahun dilembah Syi'b, suatu tempat yang terletak diluar kota Makkah.
Tahun itu merupakan tahun yang banyak mengalami kesulitan dan kesedihan serta duka nestapa, bukan hanya pukulan dari musuh-musuhnya, tetapi juga beliau pribadi berturut-turut menerima cobaan yang sangat berat :
Pertama : meninggalnya paman beliau yang bernama Abu Thalib. Abu Thalib adalah seorang tokoh Quraisy yang disegani, yang mengasuh Muhammad sejak kecil, serta selalu siap membela keponakannya dari setiap serangan dan ancaman musuh-musuhnya meskipun dia sendiri meninggal belum masuk islam.
Kedua : wafatnya siti khadijah, Istri Nabi Saw. Beliau wafat hanya berselang beberapa hari dari wafatnya Abu Thalib. Siti Khadijah bukan sekadar istri biasa saja dalam kehidupan Rasulullah Saw.,tetapi beliau juga sebagai tulang punggung yang tangguh, pembela yang gigih dalm membantu perjuangan Rasulullah Saw. Khadijah adalah orang pertama yang membenarkan dan beriman kepada Rasulullah yang selanjutnya menyerahkan dan mengorbankan semua harta bendanya untuk perjuangan suaminya.
Ketiga : penghinaan dan penganiayaan yang dialami Nabi di Thaif. Setalah ditinggal wafat oleh kedua pembantu utamanya, Rasulullah sangat sedih, teror dari kaum Jahiliah semakin membabi buta. Dalam kedaan ini, Nabi mencoba mengajak orang-orang Thaif dengan pertimbangan di Thaif masih terdapat beberapa kepala suku yang masih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Nabi, dengan harapan bisa membantu beliau. Tetapi kenyataannya adalah sebaliknya, Thaif malah mengusir dan melempari Nabi dengan batu sehingga beliau bersama anak angkatnya, Zaid bin Haritsah menderita luka-luka. Walaupun demikian beliau tetap berdoa: Allahumma ihdi qaumi fa innahum la ya'lamun. Ya Allah tunjukanlah pada kaumku, karena mereka (melakukan demikian) disebabkan mereka tidak mengetahui .
Inilah salah satu tanda kebesaran jiwa Nabi Muhammad Saw. Disaat Krisis menimpa dirinya beliau masih tetap mendoakan agar mereka (orang-orang yang berbuat jahat padanya) mendapatkan petunjuk .(Subhanallah ).
Pada saat-saat yang gawat itulah terjadi peristiwa Isra Mi'raj sebagai jawaban dari allah Swt. terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi Nabi Saw. dan pengikut-pengikutnya. Dalam peristiwa Isra Mi'raj itu dapat disimpulkan bahwa Nabi Saw mendapatkan injeksi tenaga baru, yaitu tambahan kekuatan jiwa dan kekuatan keyakinan. Sehingga lebih mantap dalam melanjutkan perjuangan bersama para shahabat yang setia, untuk menegakkan kebenaran yang akan ditugaskan Allah kepadanya, ditengah-tengah kegelapan umat manusia di permukaan bumi pada waktu itu.
Namun sekalipun peristiwa ini sudah berlangsung lama yaitu sekitar 1431 tahun yang lalu masih terjadi beberapa hal yang menjadi kontroversial diantaranya adalah yang akan kita bahas pada edisi Al Ghadier kali ini, yaitu tentang "apakah Rasul ber-isra mi'raj ruhan wa jasadan am la ?(dengan ruh dan jasad atau tidak ).
Mengenai apakah rasul ber-isra mi'raj ruhan wa jasadan am la (dengan ruh dan jasad atau tidak ). Ada tiga pendapat :
Pertama: Bahwa Isra dan Mi'rojnya Rasulullah dengan ruh saja dan jasadnya tidak beranjak dari tempat tidur Rasulullah saw. Pendapat ini merupakan maqalahnya sahabat Mu'awiyah bin Abi Sufyan, siti Aisyah binti Abi Bakar, Hasan Bashri, dan Ibnu Ishaq radhiyallahu 'anhum.
Diriwayatkan dari siti Aisyah: Demi Allah, jasadnya Rosulullah selalu ada disisiku, tetapi Rosulullah mi'raj dengan ruhnya.

Kedua: Sekelompok yang berpendapat Rasulullah Isra dengan jasadnya dalam keadaan sadar ke Baitul maqdis dan mi'raj dengan ruh. Mereka berhujjah dengan ayat: "Subhana alladzi asra bi'abdihi lailan min almasjidi al harami ila almasjidil al aqsha…" Kemudian masjid Aqsha menjadi tempat pemberhentian Isra.

Ketiga: Mayoritas ulama dan ahlussunah wal jama'ah berpendapat bahwa Isra dan mi'rajnya nabi Muhammad Saw dengan jasad dan ruhnya dalam keadaan sadar tidak dalam keadaan tidur. Adapun dalilnya yang pertama Firman Allah " Bi 'Abdihi". Kata al- 'abdu menunjukkan pada jasad dan ruh. Yang kedua Isra' dengan buroq. Sedangkan yang namanya buroq ialah kendaraan. Dan kendaraan merupakan sesauatu yang dinaiki oleh jasad bukan ruh.
.
Apabila isra dan mi'raj dilakukan dengan tanpa jasad dan dalam keadaan tidur maka hal itu bukan merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah dan bukanlah Mu'jizat, karena hal itu adalah sesuatu yang biasa. Sedangkan Isra dan Mi'raj adalah suatu Mu'jizat yang diberikan Allah pada Nabi Muhammad Saw., dan bukankah Mu'jizat adalah Ma Khoriqun Lil 'Adat, sesuatu yang keluar dari kebiasaan?
Ulama Salaf dan ulama kontemporer berselisih mengenai isra mi'raj, apakah dilakukan dengan ruh dan jasad atau tidak. Sekelompok golongan berpendapat bahwa Isra dengan ruh dan badannya tidak terpisah dari tempat tidurnya. Diceritakan dari Hasan dan Ibnu Ishaq dan sekelompok golongan berpendapat bahwa: Isra nya Nabi dengan jasad pada Baitul Maqdis dan ketika mi'roj dengan ruh. Para pembesar ulama salaf berpendapat bahwa Nabi saw isra dengan jasad dan ketika bangun beliau menaiki buroq sampai di Baitul Maqdis dan shalat di Baitul Maqdis kemudian isra dengan jasadnya. ( Tafsir Qurthubi Juz 10 hal 180 )
Adapun apa yang disampaikan oleh Sayidah 'Aisyah dan sayid Mu'awiyah r.a. bahwa Nabi dalam kedaan tidur seolah-olah hal itu tidak lah dibenarkan. Kalau hal itu dibenarkan maka hal itu bukan merupakan hujjah. Karena keduanya tidak menyaksikan, siti Aisyah masih kecil waktu itu, dan Mu'awiyah masih dalam kedaan kafir.
Diluar dari pada perdebatan sengit tadi baik yang mengatakan isra mi'raj itu dengan ruh saja, dengan mimpi atau dengan ruh beserta jasadnya, harus kita akui dan yakini bahwa peristiwa Isra Mi'raj adalah Sunatullah, yaitu cara Allah menyalurkan kehendak dan kekuasaan-Nya terhadap para makhluk. Sunatullah ini sesuai dengan ilmu-Nya yang tak terbatas, sedangkan kita umat manusia hanya sedikit mengetahui ilmu dan sunatullah itu. Katakanlah tak seorangpun dilangit dan dibumi mengetahui urusan ghaib kecuali allah dan mereka tak mengetahui kapan mereka itu akan dibangkitkan. (QS an Naml 65)
Dalam islam, akal dan iman saling mengisi dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas manusia untuk mengabdi kepada Allah dan mengharapkan keridhoan-Nya.
Sebagai contoh yang menyangkut urusan isra mi'raj ini adalah tentang kecepatan Nabi Saw. dalam menjelajahi langit. Menurut ilmu alam berdasarkan teori realitivitas khusus dari Einstein, kecepatan materi tidak dapat melampaui kecepatan cahaya dalam vacuum (hanpa udara), yaitu 300.000 kilometer perdetik. Misalnya ketika Nabi Saw. mi'raj kelangit dengan kecepatan cahaya tersebut, maka untuk mencapai bintang terdekat kepada matahari (tatasurya) kita saja yaitu bintang proxima Centauri harus diperlukan waktu 4.27 tahun.
Oleh karena itu Nabi Muhammad mi'raj tidak dengan kecepatan materi, tetapi dengan sunatullah yang tak terjangkau oleh kekuatan akal manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar